REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebit, pemerintah melakukan empat kesalahan besar jika guru Jakarta International School (JIS) terduga pemalsu Dokumen Izin Tinggal buru-buru dideportasi. Salah satu dari empat kesalahan terbesar itu, karena tindak deportasi akan melukai hati rakyat Indonesia.
"Jika terburu-buru dideportasi, tanpa proses hukum terhadap dugaan pemalsuan dokumen, akan melukai perasaan masyarakat Indonesia," kata kata komisioner bidang pendidikan KPAI Susanto pada Kamis (5/6). Jika betul ada dugaan kuat bahwa guru JIS memalsukan dokumen izin tinggal, lanjut Susanto, maka seharusnya dipidanakan dahulu sesuai UU No.6 tahun 2011 tentang keimigrasian, baru dideportasi.
Lagi pula, menurutnya, proses pengungkapan kasus kekerasan seksual di JIS, masih belum tuntas. Jika guru JIS dideportasi akan menghambat proses mengungkap pelaku kejahatan seksual di JIS. Semua guru perlu diperiksa, untuk memastikan siapa sebenarnya pelaku lain di luar tenaga kebersihan.
Sebagai negara hukum, Susanto menilai praktik penegakannya masih sangat lemah. Sebab terduga pemalsu dokumen tidak dipidana, sebelum dideportasi. Jika deportasi ini dilakukan, sisi tawar Indonesia di mata negara asing akan terus dipandang "kurang berwibawa", karena tidak tegas terhadap terduga pelaku pelanggaran hukum atau pemalsuan dokumen izin tinggal).
Dalam pemberitaan sebelumnya, Kantor Imigrasi (Kanim) Jakarta Selatan memastikan pihaknya
akan melakukan deportasi terhadap 23 warga asing yang bekerja sebagai guru di Jakarta
Internasional School (JIS).
Sebanyak 23 orang guru ini akan dipulangkan paksa ke negara asalnya, yakni ia Amerika Serikat (AS), Australia, Inggris dan Afrika Selatan. Dua orang petugas Kanim Jaksel akan ikut mengantar 23 guru JIS ini di Bandara Soekarno Hatta pada 6
Juni 2014 nanti.