Senin 02 Jun 2014 19:52 WIB

Bantahan Akil Soal Terima Uang dari Pilkada Empat Lawang-Palembang

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: Djibril Muhammad
Terdakwa Akil Mochtar menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/6). Mantan
Foto: Republika/ Wihdan
Terdakwa Akil Mochtar menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/6). Mantan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Terdakwa kasus suap sengketa Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar menjalani sidang pemeriksaan kesekian kalinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.

Pada Senin (2/6) ini setelah dalam persidangan sebelum-sebelumnya saksi-saksi diperiksa, kini giliran Akil sendiri yang ditanyai sebagai terdakwa dalam kasus tersebut.

Sidang kali ini benar-benar dimanfaatkan Akil untuk dijadikan momen pembelaan diri setelah hampir sebulan seluruh persidangan dengan saksi-saksi yang dihadirkan memberatkan posisinya.

Salah satu yang Akil bantah habis ialah soal dakwaan ia menerima imbalan Rp 15,5 miliar serta Rp 20  miliar kala menangani Pilkada Empat Lawang dan Pilkada Palembang.

 

Akil mengatakan, dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK tidak memenuhi kaidah fakta. Sebab, ia mengaku tak pernah meminta terkait pengurusan dua Pilkada tersebut.

 

"Saya bisa memperkuat (pernyataan) ini dengan fakta bahwa perhitungan surat suara di sana diulang, dan dilakukan dalam sidang yang terbuka," kata Akil membantah di Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Senin (2/6).

 

Akil berujar, penanganan dua Pilkada ini akhirnya digelar dengan penghitungan suara ulang yang dilaksanakan di hadapan umum. Saat itu, keputusan menyatakan pemungutan suara harus dilakukan langsung di dalam ruang sidang MK yang disaksikan pengacara masing-masing penggugat.

 

Atas fakta ini, Akil lalu menyebut tidak ada alasan baginya untuk meminta uang kepada pihak yang bersengketa. Akil bahkan menyebut di penghitungan suara ulang, pihak yang dimenangkan KPU setempat justru kalah. "Ini diulang dan seperti itu hasilnya, jadi buat apa minta uang ke mereka?" kata Akil.

 

Majelis Hakim yang diketuai Hakim Suwidya lantas mencoba menarik keterangan Akil dari sanggahannya itu terkait dengan peran aktif Muhtar Ependy. Nama tersebut, diduga kuat sempat menjadi perantara Akil dalam menjaring suap dari Pilkada Empat Lawang dan Palembang.

 

"Saya tidak pernah terima uang, ada juga kiriman di dua dus itu pempek. Apalagi harus dititipkan kepada Muhtar, tidak itu," kata dia.

 

Akil juga menolak bila dikatakan perusahaan milik istrinya Ratu Rita, CV Ratu Samagat kerap dijadikan wadah penampungan uang suap yang dijaring Muhtar. Dia berujar, satu-satunya hubungan antara Muhtar dengan CV Ratu adalah soal bisnis.

 

"Saya ada buktinya kalau ada kontrak antara CV Ratu Samagat dan PT-nya Muhtar Ependy, ada waktu pekerjaannya," ujar Akil.

 

Dalam bukti kontrak yang Akil miliki, disebut tertulis proyek pengerjaan kolam ikan arwana tertanggal 10 Mei 2013 dengan cap notaris 30 April 2014. Namun, Akil tak bisa berkelit ketika ditunjukan adanya bukti transfer dari Muhtar ke rekening CV Ratu Samagat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement