Senin 02 Jun 2014 13:35 WIB

Akil Mochtar Bantah Menerima Suap

 Akil Mochtar
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Akil Mochtar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar membantah, semua dakwaan diajukan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai dugaan penerimaan suap dan janji terkait pengurusan sembilan sengketa pemilihan kepala daerah di MK dan tindak pidana pencucian uang.

"Berkaitan dengan Pilkada Gunung Mas, saya tidak menerima uang, saat dilakukan penangkapan, saya tidak berada di tempat, saya masih berada di rumah," kata Akil dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (2/6).

Dalam perkara sengketa Pilkada Gunung Mas, pemberian uang Rp 3 miliar untuk Akil berasal dari bupati terpilih Hambit Bintih melalui anggota Komisi II dari fraksi Partai Golkar Chairun Nisa pada 2 Oktober 2013.

"Betul Chairun Nisa ada datang ke rumah jabatan saya, tapi saya tidak minta dia datang, dia juga tidak mengatakan mau memberi sesuatu. Kemudian putusan Gunung Mas telah diputuskan dimana saya tidak hadir atau tidak mengambil putusan, karena sudah di dalam penahanan," ungkap Akil.

Mantan politikus Partai Golkar itu juga membantah komunikasi antara dirinya dan Chairun Nisa yang menyatakan permintaan uang Rp3 miliar melalui layanan pesan singkat (SMS). "Ya, semua (SMS) itu benar, walaupun komunikasi dalam SMS itu ada yang sifatnya guyon tidak serius. Dia (Chairun Nisa) mengatakan akan ke rumah saya, itu SMS terakhir."

Akil menepis mendapatkan Rp 1 miliar dari advokat Susi Tur Andayani terkait sengketa pilkada Lebak. "Sesuai fakta, perkara Lebak sudah diputus lewat musyawarah hakim, dan ada komunikasi menawarkan sejumlah uang dan saya tolak. Kata-kata siapkan Rp 3 miliar itu sebelumnya," ujar Akil.

Akil juga mengaku tidak mengetahui uang Rp 1 miliar yang berasal dari pengusaha Tubagus Chari Wardhana alias Wawan yang merupakan adik mantan gubernur Banten Ratu Atut. "Saya tidak tahu, saya hanya tahu dia tawarkan Rp1 miliar, dan saya tolak. Sesudah pengucapan putusan seandainya dia meng-SMS sebelum putusan saya menolak, karena saya sedang berada di sidang pilkada Jatim," kata Akil.

Selanjutnya mengenai penerimaan uang dari Empat Lawang sebesar Rp 15,5 miliar dan Pilkada Palembang sejumlah Rp 20 miliar, menurut Akil hanyalah karangan belaka. "Sesungguhnya itu hanya imajinasi, karena saya tidak pernah meminta, menyuruh kedua pihak. Untuk memperkuat ini, perkara Empat Lawnag dan Palembang adalah pilkada yang perhitungan surat suaranya diulang, dan dalam sidang yang terbuka," jelas Akil.

Akil mengungkapkan bahwa dalam dua pilkada tersebut perhitungan suara ulang dilakukan di hadapan umum di ruang sidang MK yang disaksikan oleh para penasihat hukum masing-masing pihak.

"Mereka melakukan perhitungan yang sama dengan yang dicatat MK jadi mereka sudah tahu apakah mereka menang atau tidak, untuk apa kita minta uang ke mereka? Palembang juga sama, hanya 8 kotak yang selisihnya belasan suara saja, tapi masalahnya adalah dua-duanya pihak yang dimenangkan oleh KPU setelah dilakukan perhitungan ulang malah kalah," tambah Akil.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement