REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- PDI Perjuangan (PDIP) menilai, lokalisasi prostitusi Dolly boleh ditutup. Asalkan ada nota kesepahaman (MoU) mengenai jaminan penghasilan seperti yang selama ini ditawarkan Pemkot Surabaya.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Kota Surabaya, Wisnu Sakti Buana mengatakan, warga Dolly sudah mulai sepakat dengan penutupan pada 19 Juni 2014.
“Namun warga meminta agar ada MoU mengenai jaminan penghasilan yang selama ini ditawarkan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini. Misalnya sentra pasar, sentra pedagang kaki lima (PKL), hingga modal usaha,” katanya, Ahad (25/5).
Menurutnya, warga ingin pemerintah menyetujui MoU tersebut. Karenanya, ia akan menyerahkan permintaan MoU tersebut kepada Risma. Apapun hasilnya, ia tidak akan menolak.
Namun, ujar dia, yang juga tidak kalah penting adalah sentra PKL dan pasar seyogyanya diwujudkan sebelum penutupan Dolly. Atau paling lambat bersamaan dengan penutupan lokalisasi itu.
“Memang dibutuhkan langkah nyata,” ujar Wakil Wali Kota Surabaya tersebut.
Mengenai eksekusi penutupan, Wisnu menegaskan tak akan segan menerjunkan kader PDIP untuk melindungi Warga Dolly. Yaitu jika penutupan lokalisasi yang konon terbesar se-Asia Tenggara itu dilakukan dengan cara kekerasan dan memaksa.
“Kalau caranya represif dan arogan seperti itu maka kader PDIP akan berada di sana melindungi masyarakat Dolly. Mereka tidak melakukan kesalahan dan menggantungkan hidup di sana," ujarnya.