REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemutusan hubungan kerja (PHK) ribuan buruh pabrik rokok PT HM Sampoerna Tbk terus menuai kecaman. Apalagi, PHK itu berbarengan dengan pembagian dividen perusahaan berkode saham HMSP yang mencapai hampir Rp 10 triliun.
Direktur Institute for Development and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati berpendapat, saat ini industri rokok terutama Sigaret Kretek Tangan (SKT) sedang terpuruk. Dalam tiga tahun terakhir, kata dia, ada ratusan pabrik rokok kretek yang terpaksa tutup.
Menurutnya semua itu terjadi lantaran pemerintah tidak memiliki kebijakan melindungi industri rokok kretek. Namun, PHK yang dilakukan Sampoerna yang baru saja mengempit laba bersih hingga Rp 9,95 triliun, jelas merupakan ironi.
Enny berkata, bagi perusahaan, kalau ada potensi keuntungan maka akan terus ditingkatkan. Alasan Sampoerna memilih menutup SKT bukan karena prospek bisnis turun. “Sekarang dengan mesin baru per menit bisa sampai 8.000 batang, dengan hitungan itu bisa dihitung makin besar produksinya," kata Enny, saat dihubungi wartawan, Rabu (21/5).
Penyebab PHK ribuan pekerja juga karena pemerintah gagal mengantisipasi hal ini. Pemerintah juga tidak pernah memperlakukan berbeda antara SKM dan SKT. Seharusnya, khusus SKT, yang menyerap banyak tenaga kerja dengan mayoritas pabrik skala menengah kecil, pemerintah memberikan insentif dan membedakan pungutan cukai.
Anggota Komisi IX DPR RI, Poempida Hidayatulloh menyatakan PHK massal oleh Sampoerna itu merupakan tragedi ketenagakerjaan yang luar biasa. “Ini merupakan suatu tragedi ketenagakerjaan yang luar biasa, di tengah sulitnya masyarakat mencari pekerjaan yang layak,” kata Poempida saat dikonfirmasi di Gedung DPR Senayan, Selasa (20/05).
Pabrik rokok HM Sampoerna ini, sejak 2005 dikuasai asing, yakni PT Phillip Morris. “Seharusnya pihak Phillip Morris sangat mampu dalam masalah manajemen perusahaan tersebut. Namun, kenapa tidak dilakukan?,” ucap dia.
Politikus Partai Golkar ini curiga semua itu adalah bagian dari agenda asing dalam membunuh industri kretek yang merupakan heritage Indonesia. “Saya melihat ini pun bagian dari agenda asing dalam membunuh industri rokok kretek Indonesia. Ada pun nanti mereka hanya akan menjadikan Indonesia sebagai pasar dari rokok impor produksi mereka,” tegasnya.