REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sri Baduga, ia adalah Raja Sunda yang memerintah di tahun 1482-1521 di Kerajaan Padjajaran. Kehadirannya diabadikan di dalam sumber Prasasti Batu Tulis dan Prasasti Kabantenan. Kini namanya masih akan sering terdengar lewat penamaan Museum Sri Baduga, Bandung.
"Banyak yang bertanya 'Siapa Sri Baduga?' Nama itu diambil, supaya dapat dikenang oleh Masyarakat Jawa Barat," jelas Tini Djumartini, Kepala Seksi Pemanfaatan Museum Negeri Sri Baduga, Jumat (9/5).
Museum ini didirikan menggunakan areal bekas Kantor Kewedanan Tegallega. Sebagian bangunan itu telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya, dan kini difungsikan sebagai ruang perkantoran museum. Museum ini berisi perjalanan kehidupan yang terjadi di wilayah Jawa Barat.
Pengunjung akan diceritakan mengenai sejarah dari masa ke masa. Di awali dengan pembentukan Kota Bandung secara geologis, kebudayaan di masa prasejarah, klasik, kolonial, hingga sekarang. Hal itu dijabarkan melalui 6.947 buah koleksi yang terbagi menjadi sepuluh klasifikasi (geologika, biologika, etnografika, arkeologika, historika, numismatika, filologika, keramologika, senirupa, dan teknologika).
Melalui Museum Sri Baduga pengunjung seakan diantarkan secara perlahan menuju kehidupan di masa lalu. Di lantai satu pengunjung akan diajak masuk ke masa saat terbentuknya Danau Bandung Purba. Gambaran mengenai kehidupan manusia purba yang telah ada sejak 6000.000 tahun silam dapat dilihat melalui koleksi alat batu dan arca prasejarah yang ditemukan di seputar Jawa Barat.
Museum ini juga menyajikan koleksi masterpiece di lantai tiga. Beberapa koleksi itu antara lain bokor emas, topeng emas, teodolit, pakinangan, juga kain panjang yang pernah digunakan oleh Bupati Galuh di abad ke-XVI. "Untuk koleksi Masterpiece, ada pengamanan ketat dengan CCTV," ujar Tini.
Hingga kini, Museum Sri Baduga banyak dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun asing. Pihak pengelola juga telah menyediakan pemandu khusus yang bisa berbahasa asing. Banyak juga kegiatan yang diadakan di areal panggung terbuka untuk meramaikan museum.
Tini mengatakan, tren kunjungan Museum sejak 2010 hingga 2014, khususnya di Museum Sri Baduga meningkat. Berdasarkan data kunjungan, pengunjung didominasi oleh pelajar, terutama pelajar SMP. Di tahun 2010 ada 24.670 pelajar SMP yang datang, tahun 2011 ada 19.402, tahun 2012 ada 27.906, sedang di tahun 2013 ada 29.351.
Diakui oleh Tini, peningkatan tajam terjadi di tahun 2013. Pada tahun itu promosi memang sedang gencar-gencarnya. "Untuk pendapatan pun tahun itu melebihi target sumbangan ke kas daerah," ujarnya.
Promosi memang diakuinya menjadi hal penting untuk kemajuan museum. Ia tidak menampik bahwa untuk melakukannya, masih harus berbenturan dengan keterbatasan dana. Namun, ia tidak menjadikan itu sebagai permasalahan yang membuat promosi tidak dapat berjalan.
Menurutnya banyak cara promosi yang bisa dilakukan tanpa dana. Ia banyak menggaet komunitas pecinta museum. Dengan komunitas, program promosi justru bisa lebih membaur ke masyarakat. "Jangan takut saingan sama mall, kami pernah bawa museum ke mall, ke car free day juga, dengan bantuan para sahabat museum," kata Tini.
Pihak museum beberapa kali melakukan pameran temporer di areal aula pameran temporer Museum Sri Baduga. Pameran temporer dilakukan secara tematik. Tahun ini rencananya juga akan diadakan lagi, dengan tema "Kerajaan Islam di Jawa Barat".
Tini mengatakan, wilayah Jawa Barat yang luas ini juga menjadi penghalang bagi pengunjung dari jauh untuk datang ke Sri Baduga. Bahkan menurutnya banyak juga masyarakat yang masih belum kenal dengan museum. "Kita makanya ada pameran keliling seperti jemput bola, ke Garut, besok harusnya ke Purwakarta semoga bisa dilakukan," katanya.
Tini sendiri sebenarnya punya harapan kepada Dinas Pendidikan untuk memberikan statemen kepada semua sekolah agar ada wajib kunjung museum. Ia juga ingin bahwa pelajaran soal museum ada di kurikulum pendidikan.
Ia mengaku bekerja di museum itu menyenangkan. Banyak yang bisa dipelajari hanya dari satu koleksi. "Saya kalau meminjam istilah masjid, ingin sekali memakmurkan museum," kata Tini yang mengaku bukan lulusan ilmu budaya, alih-alih ekonomi itu.
Untuk saat ini bagi kunjungan sekolah, Museum Sri Baduga memang memiliki paket khusus kunjungan. Paket itu berupa workshop, edukasi, dan beragam games yang mempergunakan alat permainan tradisional. Dengan konsep ini, diharapkan museum tidak hanya sebagai wahana edukasi, tapi juga bisa menjadi sarana rekreasi.
Hal itu rupanya membuahkan hasil. Banyak siswa-siswi dari SD hingga SMA yang sepulang sekolah datang menghabiskan waktu luangnya. Delta misalnya, ia adalah siswi kelas VI SD Al-Huda yang datang bersama ketujuh temannya masih dengan rok seragam sekolah dan atasan kaus bebas.
Ketika ditemui, mereka tengah berdiskusi di depan replika Prasasti Batu Tulis sambil mengisi selembar kertas Lembar Kerja (LKS). Lembar kerja itu bukan dari sekolah. Mereka membeli seharga Rp 1000 per lembar di loket masuk. "Iseng aja main, beli LKS nya Rp 1000, nanti buat dibawa pulang," cerita Delta.