REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN— Meski Provinsi Jawa Tengah sudah dinyatakan bebas penyakit rabies, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan setempat terus mewaspadai penyakit ini. Hal ini terkait dengan masih maraknya penjualan serta konsumsi daging anjing oleh sebagian warga sejumlah daerah di Jawa Tengah.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah, Ir Whitono MSi mengakui, pengawasan terhadap ancaman kembali penyakit rabies tetap berjalan. Hanya saja, pengawasan ini tidak dilakukan ‘terbuka’ seperti halnya pengawasan kesehatan terhadap umumnya hewan ternak.
“Hal ini untuk menghindari kesan, seolah kami melegalkan pemotongan anjing,” kata Whitono, saat dikonfirmasi di Ungaran, Jumat (9/5).
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, jelasnya, hanya mengawasi hewan- hewan ternak yang umum untuk dikonsumsi masyarakat. Seperti sapi, kerbau, kambing serta sejumlah ternak unggas seperti ayam dan itik. “Kalau anjing ini kan tidak semua masyarakat mengonsumsi,” katanya.
Selain itu, pemotongan hewan ternak umumnya dilakukan di tempat resmi seperti rumah pemotongan hewan (RPH) atau rumah pemotongan unggas (RPU). Sehingga produk daging yang dihasilkan juga telah memenuhi beberpa persyaratan kesehatan hingga layak untuk dikonsumsi.
Sementara pemotongan anjing ini cenderung tertutup, bahkan jamak dilakukan oleh perorangan. “Selama ini kita tidak pernah melihat tempat pemotongan anjing,” tegasnya.
Meski begitu, pengawasan tetap dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya kembali kasus rabies di Jawa Tengah. Petugas BBVET Wates, tambahnya, masih rutin melakukan pengawasan dengan sasaran tempat- tempat yang terpantau melakukan pemotongan anjing.
“Misalnya dengan melakukan pengambilan sampel otak pada anjing yang dipotong, untuk diteliti di BBVET Wates,” tambahnya.
Whitono juga mengakui, maraknya pemotongan anjing yang cenderung tertutup sangat menyulitkan pengawasan ini. “Namun kami tidak berhenti untuk terus mewaspadai munculnya kembali kasus penyakit rabies di Jawa Tengah ini,” lanjutnya.
Sebab, masih jelas Whitono, pihaknya mencatat ada sejumlah daerah di Jawa Tengah dengan konsumsi daging anjing relatif lebih tinggi. Ini dapat dilihat dari maraknya lapak atau warung tenda yang menawarkan menu berbahan daging anjing. Salah satunya Surakarta.
“Daerah dengan konsumsi tinggi seperti inilah yang menjadi sasaran pengawasan tersebut,” lanjutnya.