Jumat 09 May 2014 03:12 WIB

Adik Rachmat Yasin: Ini Risiko Seorang Politikus

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Mansyur Faqih
Bupati Bogor Rachmat Yasin usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (13/12).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Bupati Bogor Rachmat Yasin usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (13/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Adik Bupati Bogor Rachmat Yasin, Ade Munawaroh pasrah setelah kakaknya ditetapkan sebagai tersangka, Kamis (8/5).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Rachmat sebagai tersangka kasus dugaan penyuapan rekomendasi konversi hutan di kawasan Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur), Jawa Barat, seluas 2.754 hektare.

Ade datang ke gedung KPK untuk menemui kakaknya, Kamis malam. Setelah ditangkap, Rabu (7/5), Rachmat baru bisa bertemu keluarganya sebelum mendekam di rumah tahanan. Mengenai kasus yang menjerat kakaknya, Ade menyerahkannya pada KPK. 

"Proses hukum kan sedang berjalan, kita serahkan kepada KPK untuk menangani dengan profesional dan kita tetap pada asas praduga tak bersalah," kata dia, Jumat (9/5).

Sebelum memasuki mobil tahanan, Rachmat menyebut ada indikasi suap atau gratifikasi yang diterima anak buahnya. Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor M Zairin sebagai tersangka. 

Apakah ada yang 'mendzalimi' Rachmat, Ade tidak mengetahuinya. "Soal dzalim mendzalimi barangkali di politik itu biasa yah. Tapi saya juga belum tahu pasti apakah itu perbuatan dzalim seseorang atau bukan. Tapi yang jelas inilah risiko seorang politikus," kata Ketua DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kabupaten Bogor itu.

Rachmat diduga melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Begitu pula dengan Zairin. 

Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan tersangka lain, perwakilan PT Bukit Jonggol Asri, FX Yohan Yap. Yohan disangka melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dalam kasus ini, petugas KPK menyita barang bukti uang senilai Rp 1,5 miliar. KPK mengindikasikan sebelumnya ada aliran dana lain sekitar Rp 3 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement