REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Partai Golkar akan memutuskan siapa figur yang akan diusungnya dalam pilpres berdasarkan hasil rapimnas mendatang. Ketua Umum Aburizal Bakrie (ARB) diminta untuk patuh tahapan prosedur tersebut jika memang ingin berkoalisi sebagai cawapres.
Ketua Umum Satkar Ulama Golkar, Ali Yahya mengatakan, ARB tidak bisa sembarang mengklaim dirinya akan maju dari partai sebagai cawapres. Sebab, dalam rapimnas sebelumnya, semua pengurus sepakat mengusulkan dia sebagai capres, bukan cawapres.
“Rapimnas mendatang yang akan memutuskan, apakah akan mengubah kesepakatan sebelumnya atau tidak,” kata Ali dalam diskusi di Hotel Alia Prapatan, Jakarta, Kamis (8/5).
Pihaknya mewakili ormas dan sayap Partai Golkar menyatakan, ada dua opsi yang ditawarkan, pertama mengusung ARB sebagai capres, dengan konsekuensi adanya mitra koalisi. Kedua, memajukan sejumlah nama alternatif sebagai cawapres ke pihak koalisi.
Dia menyebutkan, dewan pertimbangan mengusulkan Jusuf Kalla, Akbar Tanjung dan Luhut Panjaitan. Sedangkan ormas dan sayap partai menginginkan Priyo Budi Santoso, Agung Laksono, dan Ginandjar Kartasasmita sebagai cawapres Golkar.
“Semuanya akan dibahas dalam rapimnas. Kita juga belum tentu mengerucut pada satu nama, bisa saja kita tawarkan parpol koalisi sejumlah nama, mereka yang akan memilih,” ujar dia.
Dia menambahkan, sejauh ini Golkar memang belum menentukan arah koalisinya, apakah bangun poros sendiri atau bergabung dengan parpol lainnya. Namun, ia menilai, partai yang memiliki kemiripan visi mis serta platform baru parpol Gerindra.
Direktur Eksekutif IndoStrategi Andar Nubowo mengatakan, Prabowo dan Aburizal Bakrie sama-sama mencalonkan diri sebagai Presiden. Mereka tidak mungkin bersatu, kecuali ada kejutan dari Golkar saat masa pendaftaran calon di KPU pertengahan Mei mendatang.
“Sebab, Golkar dan Gerindra itu sangat potensial berkoalisi, hanya Prabowo dan ARB yang tidak, kecuali, ARB mengalah,” kata Andar.
Pihaknya mengatakan, ARB bisa saja menyiapkan strategi mundur dan menyerahkan kursi cawapres pada seorang kader muda partainya. Justru dengan ia menarik diri dari bursa capres, Indonesia akan mengenangnya sebagai seorang negarawan, dan itu menjadi kredit poinnya sebagai ketum.