REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia merilis hasil Focus Group Discussion (FGD) yang mereka lakukan di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, Jakarta. Hasilnya, mereka menemukan banyak masalah yang tidak tertangani di daerah destinasi wisata bahari tersebut.
Direktur KOPEL Indonesia Perwakilan Jabodetabek Madjid Bati mengatakan, banyak warga yang mengadu bahwa bupati mereka hanya muncul di Kepulauan Seribu sebulan sekali. Akibat hal tersebut, pelayanan publik menjadi terhambat.
"Padahal visi pembangunan DKI Jakarta adalah membangun pemerintahan yang bersih serta berorientasi pada pelayanan publik," kata Madjid dalam keterangan pers tertulis pada Republika, Selasa (6/5).
Dia menjelaskan, banyak warga yang tidak dapat menikmati fasilitas layanan rumah sakit di Kepulauan Seribu. Penyebabnya karena rumah sakit tersebut tidak memiliki peralatan kesehatan yang memadai. Sehingga, banyak warga yang harus menyeberang ke Jakarta untuk dirujuk.
Tak hanya itu, lanjut Madjid, jika ada warga yang dirujuk ke Jakarta, maka ototmatis anggota keluarga mereka yang mengantar harus menyewa penginapan. Ini tentu menjadi beban tambahan bagi warga.
Terlebih, jika ternyata anggota keluarga mereka ada yang wafat ketika dirawat di Jakarta, lagi-lagi warga harus menyewa kapal minimal Rp 500 ribu untuk membawa jenazah kembali ke daerah asal mereka.
"Dengan adanya persoalan ini, seharusnya Jokowi-Ahok harus memberikan perhatian lebih terhadap masyarakat Kepulauan Seribu yang selama ini dianaktirikan dalam pembangunan DKI Jakarta," ujar Madjid.