REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI-- Saat menangani kasus dugaan pelecehan seksual di Jakarta Internasional School (JIS), Sekretaris Jenderal Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Erlinda, mengaku dirinya kerap menerima ancaman akan dibunuh.
"Yang mengancam saya ada orang yang saya kenal dan tidak, karena ancaman itu tidak hanya melalui telepon atau pesan pendek melalui telepon genggam saya saja, tetapi ancaman itu juga langsung dengan mendatangi saya di kantor," ucapnya kepada Antara di Sukabumi (3/5).
Bahkan, ancaman pembunuhan tersebut juga dilayangkan oleh orang "bule" atau asing, namun Erlinda tidak menjelaskan ciri-ciri orangnya, kecuali orang itu berkomunikasi dengan Bahasa Inggris. Walaupun banyak ancaman yang datang, termasuk hendak membunuhnya, ia tidak akan mundur dalam mengungkap kasus kekerasan seksual kepada para pelajar, termasuk di JIS.
"Saya datang ke JIS bukan untuk mengobok-obok sekolah itu, tetapi untuk mencari siapa pelaku utama kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum karyawan JIS lainnya, walaupun saat ini polisi sudah menangkap beberapa tersangka," tuturnya.
Masalahnya, pihaknya yakin ada oknum intelektual JIS yang ikut berperan dalam kasus kekerasan seksual di JIS itu, karena para tersangka melakukan pelecehan seksual kepada pelajar JIS hingga berulang kali. "Kami juga berterima kasih kepada pihak kepolisian yang selalu mendampingi kami dan kasus ancaman ini sudah saya laporkan ke Polda Metro Jaya," paparnya.
Dengan adanya ancaman itu, dirinya semakin bersemangat untuk membongkar kasus kekerasan seksual di JIS. Erlinda juga mengapresiasi kinerja pihak kepolisian yang dengan cepat dan tanggap dalam menyelidiki kasus di JIS ini dan bisa menjadi perhatian banyak pihak bahwa perlindungan anak harus diperketat.
"Itu karena di sekolah saja, anak-anak saat ini sudah tidak merasa aman, apalagi di tempat umum. Karena itu, kami meminta pemerintah untuk membuat formula khusus dalam memberikan perlindungan kepada anak-anak," usulnya.