REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Diperkirakan 1.000 buruh bangunan, kepala-kepala tukang dan pemerhati perburuhan di Palu akan berunjukrasa, Rabu (30/4), menuntut kenaikan standar upah minimum khusus kepada pekerja jasa konstruksi di Sulawesi Tengah.
Ratusan buruh tersebut saat ini sudah terkonsentrasi di Lapangan Abadi, Talise, Kota Palu, dan akan bergerak ke DPRD Provinsi dan Kantor Gubernur Sulawesi Tengah untuk menyampaikan tuntutan mereka.
"Aksi ini adalah aksi damai dari teman-teman Asosiasi Jasa dan Pekerja Bangunan (Aspeban) Sulawesi Tengah. Kami ingin menyampaikan sejumlah tuntutan terkait nasib kami," kata Ketua Wilayah Aspeban Sulawesi Tengah Tamrin Hasan di sela-sela persiapan unjuk rasa tersebut di Palu, Rabu (30/4).
Dia mengatakan selain menuntut standar upah minimum mereka juga menuntut sejumlah kepastian perlindungan ketenagakerjaan seperti kesehatan dan keselamatan kerja. Selama ini, kata Tamrin, buruh bangunan bekerja hanya dalam jangka waktu singkat sesuai kontrak kerja proyek.
"Bagaimana nasib keselamatan buruh kalau ada kecelakaan kerja, bagaimana nasib mereka kalau sakit," katanya.
Tidak hanya itu, tetapi juga terkait peningkatan sumber daya manusia berupa keterampilan kerja yang jarang disentuh pemerintah. Akibatnya, kata Tamrin, pekerja bangunan di Sulawesi Tengah selalu tersisihkan akibat mobilisasi tenaga kerja dari luar daerah.
Dia mengatakan rendahnya perhatian pemerintah dalam peningkatan kualitas pekerja bangunan di daerah ini terkesan ada pembiaran oleh pemerintah sehingga para pekerja lokal selalu tersingkir karena dianggap tidak bisa bersaing dengan tenaga kerja dari luar.
"Kami meminta pemerintah daerah serius memberikan pendidikan dan pelatihan kepada tenaga kerja lokal karena ini terkait dengan sumber daya pekerja," katanya. Aspeban berharap DPRD Sulawesi Tengah menindaklanjuti tuntutan mereka dalam bentuk peraturan daerah.