REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing, mengatakan calon presiden dari PDI Perjuangan Joko Widodo yang belum mengumumkan visi dan misinya menimbulkan kesan bahwa dia terlalu bergantung pada partai.
"Jokowi harusnya menjadi penentu rumusan pembangunan ke depan. Jangan PDIP yang merumuskan dan menyusunnya. Karena kalau nanti Jokowi jadi Presiden, kan bukan untuk PDIP, tapi bagi seluruh masyarakat Indonesia," ujar Emrus Sihombing kepada wartawan di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, Jokowi harusnya sampaikan program dan visi misi ke depan. Jangan sampai disetir oleh partai dan Megawati. "PDIP atau partai hanya bisa membantu, bukan ikut-ikutan bikin rumusan," kata dia.
Ia mengutarakan sebenarnya saat ini sudah terlambat bagi mantan Wali Kota Solo tersebut untuk menyampaikan visi misi kepada masyarakat. Seharusnya merilis visi misi sewaktu pengumuman pengusungan Jokowi dan pemilu legislatif kemarin. "Kalau sekarang, yah sudah terlambat," ujar dia.
Ia berpendapat slogan PDIP 'Indonesia Hebat' belum mencapai tataran operasional. Hal tersebut menunjukkan kelemahan tim PDIP dan Megawati dalam menyusun program. Sebelumnya, pakar komunikasi politik asal Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan perdebatan calon presiden dari partai politik manapun seharusnya sudah masuk dalam tataran konten dan visi-misi bukan lagi pola komunikasi politik.
"Gaya komunikasi ala Jokowi yang menyambangi rakyat, jabat tangan kemudian foto-foto bukan lagi saatnya tapi penyampaian visi-misi," ujar Hendri Satrio di Jakarta, Kamis (24/4).
Menurut dia, capres yang memang sudah ditetapkan oleh partai sebaiknya menyampaikan visi dan misi dalam setiap kesempatan agar rakyat mengetahui apa yang dilakukannya saat terpilih. "Sah-sah saja capres itu bergerak sendiri-sendiri, seperti Prabowo Subianto yang kalem, itu agar menunjukkan ahli strategi. Komunikasi PDI P itu lebih bagus karena Jokowi sering bersama dengan komponen partai," kata dia.