Kamis 24 Apr 2014 13:24 WIB

Mendagri: Saya Sudah Minta KPK Kawal e-KTP

Gamawan Fauzi
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Gamawan Fauzi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mendagri Gamawan Fauzi menyatakan, sudah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ikut mengawal pelaksanaan proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik.

"Sebagai pengguna anggaran (PA), saya tidak mengetahui proses pelelangannya seperti apa. Maka, saya minta bantuan KPK untuk ikut mengawal dan mengontrol pelaksanaan proyek ini," kata Gamawan di Jakarta, Kamis (24/4).

Dia mengaku telah membawa rencana proyek e-KTP ke KPK sebanyak dua kali pada 2011. Kemudian mempresentasikannya di hadapan para pimpinan KPK saat itu sebelum menandatangani proyek pengadaan.

"Sebelum tender, saya datang ke KPK, saya presentasikan (proyek) ini kepada pimpinan KPK. Saya minta tolong ini dikawal, diberi masukan terhadap HPS (harga perkiraan sendiri) dari penawaran lelang, apakah harga itu sudah betul atau belum," jelas mantan Gubernur Sumatra Barat itu.

Menurutnya, KPK saat itu memberikan dua saran. Yaitu meminta penggunaan lelang elektronik dan melibatkan lembaga kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintah (LKPP) dalam proses pelelangannya.

"Saya punya kliping berita-berita dari media waktu saya expose itu ke KPK. Saya jalankan semua saran KPK itu. Maka kalau sekarang ada yang mengatakan (kerugian negara) Rp 1,12 triliun itu, saya perlu tahu yang mana itu, supaya clear," tambahnya.

Apalagi, katanya, sejak proyek pengadaan e-KTP itu berjalan pada 2011, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga telah melakukan audit rutin setiap tahun. Hasilnya, BPK tidak menemukan ada kesalahan selama pelaksanaan proyek tersebut.

"Setiap tahun itu diperiksa BPK dan BPK tidak menemukan kesalahan baik di tahun pertama (2011), tahun kedua mau pun tahun ketiga. Tidak ada kesalahan," ujarnya.

Sebelumnya, Juru Bicara KPK Johan Budi menyebut kerugian negara yang diakibatkan oleh dugaan kasus korupsi pengadaan e-KTP itu diperkirakan mencapai Rp 1,12 triliun.

"Sementara perhitungan kasar di tingkat penyelidikan adalah Rp 1,12 triliun karena anggaran ini ada dua periode. Yaitu pertama anggaran 2011 sekitar Rp 2 triliun dan pada 2012 ada lebih dari Rp 3 triliun sehingga dua anggaran itu sekitar Rp 6 triliun," kata Johan.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement