Rabu 23 Apr 2014 14:28 WIB

ICW Desak KPK Jerat Hadi Poernomo dengan UU TPPU

Ketua KPK Abraham Samad (kanan) menerima Hasil Audit Investigasi BPK terkait Pelaksanaan Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang Tahap II dari Ketua BPK Hadi Poernomo di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/8).
Foto: Antara
Ketua KPK Abraham Samad (kanan) menerima Hasil Audit Investigasi BPK terkait Pelaksanaan Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang Tahap II dari Ketua BPK Hadi Poernomo di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak KPK untuk menelusuri adanya dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo, setelah dia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus keberatan pajak BCA.

"Kita berharap KPK juga akan menelusuri apakah ada tindak pidana pencucian uang yang dilakukan HP. Apalagi, selama kekayaannya dinilai tidak wajar," kata Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas dihubungi di Jakarta, Rabu.

Firdaus mengatakan dalam publikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), kekayaan Hadi Poernomo relatif mencengangkan. Karena itu, KPK harus menelusuri dari mana harta kekayaan itu diperoleh.

"Sebelumnya disebutkan harta itu dari hibah dan sebagainya. Harus ditelusuri apakah hal itu benar atau diperoleh karena memainkan pajak saat menjabat sebagai dirjen," tuturnya.

Firdaus juga menilai penetapan tersangka Hadi Poernomo yang bertepatan dengan hari pensiunnya sebagai Ketua BPK tidak ada unsur politis melainkan kehati-hatian KPK dalam mengusut kasus tersebut.

Firdaus mengatakan kasus tersebut terjadi pada 2004, dilaporkan pada 2012 dan baru mulai dimulai proses penyidikan pada 2014.

Menurut Firdaus, KPK harus berhati-hati dalam pengusutan kasus itu supaya unsur tindak pidana korupsi terpenuhi, yaitu dilakukan oleh pejabat negara, adanya penyalahgunaan wewenang dan memperkaya diri dan orang lain.

"Tentu sangat disayangkan kalau KPK terburu-buru, kemudian pelanggaran yang ditetapkan kemudian hanya pelanggaran administrasi perpajakan. Jadi menurut saya tidak ada unsur politis, hari pensiun, ulang tahun atau tahun politik," katanya.

Hadi Poernomo ditetapkan sebagai tersangka kasus keberatan pajak BCA tepat pada hari dia pensiun sebagai Ketua BPK. Dia disangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang saat menjabat Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan periode 2002-2004.

Sebagai Dirjen Pajak, dia menerbitkan surat keberatan pajak nihil (SKPN) PT Bank BCA Tbk pada 2004 yang berpotensi merugikan negara sebesar Rp375 miliar. PT Bank BCA mengajukan surat keberatan pajak kepada Direktorat Pajak Penghasilan (PPH) Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pada 17 Juli 2003 karena memiliki nilai kredit bermasalah atau non-performing loan sebesar Rp5,7 triliun.

Pada 13 Maret 2004, Direktur Pajak Penghasilan (PPH) mengirim surat kepada Dirjen Pajak Hadi Poernomo tentang hasil telaah terhadap surat keberatan pajak PT Bank BCA dengan kesimpulan menolak permohonan keberatan wajib pajak BCA.

Namun, satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final terhadap surat keberatan pajak BCA, yaitu pada 18 Juli 2004, Hadi memerintahkan Direktur PPH melalui nota dinas untuk mengubah kesimpulan telaah.

Nota dinas dari Hadi mengubah hasil telaah terhadap surat keberatan pajak PT BCA menjadi menerima surat keberatan itu. "Saudara HP mengabaikan adanya fakta bahwa materi keberatan pajak yang sama juga diajukan oleh bank-bank lain, tapi ditolak. Dalam kasus BCA, surat keberatan pajaknya diterima," kata Ketua KPK Abraham Samad saat mengumumkan penetapan status tersangka Hadi Poernomo.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement