REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menyediakan fasilitas persidangan jarak jauh dengan memanfaatkan video confrence di 42 perguruan tinggi pada 34 provinsi. Mekanisme tersebut diharap dapat menjangkau hak konstitusi warga negara di seluruh Indonesia.
Ketua MK Hamdan Zoelva mengatakan, sarana itu agar para pencari keadilan mudah untuk mengakses informasi terkait persidangan dan MK. Karena mungkin saja ada saksi yang tak mampu ke Jakarta, namun harus memberikan keterangan dalam sidang.
"Mereka bisa menggunakan video confrence yang berada di perguruan tinggi di wilayahnya,” kata Hamdan di Cisarua, Bogor, Selasa (22/4).
Dia menyatakan, ide tersebut dicetuskan mantan ketua MK Jimly Asshiddiqie agar mekanisme berjalan dengan mengajak sejumlah perguruan tinggi. Dengan begitu pada akedemisi juga ikut berperan dalam proses sengketa persidangan, khususnya terkait pileg 2014.
Sekjen MK, Janedjri M Gaffar menambahkan, perlu terus berdialog dengan perguruan tinggi guna menjamin hak konstitusional warga negara. Mereka harus menjadi bagian dalam upaya mendekatkan dan memudahkan akses masyarakat terhadap MK.
"MK berada di ibu kota dan tidak memiliki perpanjangan tangan di daerah. Padahal wewenang MK adalah menjamin hak konstitusional warga negara di seluruh Indonesia,” ujar Jenedjri.
Sebagai lembaga peradilan konstitusi, kata dia, MK menerapkan hukum acara yang berbeda dengan peradilan biasa. Artinya, perguruan tinggi menjadi sumber utama sumber daya manusia untuk turut mengembangkan hukum progresif.
Dia menambahkan, video conference akan dimanfaatkan untuk persidangan jarak jauh perselisihan hasil pemilu. Selain itu, membantu juga dalam permohonan lain seperti pemilukada dan uji materi UU. "MK telah menempatkan perangkat video conference di 42 perguruan tinggi pada 34 provinsi," kata dia.
Ketua Forum Rektor Indonesia, Ravik Karsidi mengatakan, kerja sama dengan MK telah menghasilkan banyak manfaat dan kegiatan. Mahasiswa dapat aktif menyaksikan jalannya persidangan di pengadilan tertinggi tersebut.
"Kami usulkan bukan hanya 42 perguruan tinggi, tapi diperluas lagi. Ini adalah cara baik untuk mempercepat proses bangsa Indonesia ‘melek’ hukum," kata Ravik.
MK menandatangani nota kesepahaman dengan 42 perguruan tinggi seluruh Indonesia. Penandatanganan tersebut dilakukan terkait peningkatan pemahaman hak konstitusional, peningkatan mutu pendidikan, penyelenggaraan persidangan jarak jauh, dan diseminasi putusan.