Senin 21 Apr 2014 04:35 WIB

Kerusuhan Buol Diduga Ulah Provokator

Warga menyaksikan sepeda motor yang dirusak massa di depan Kantor Polsek Biau, Buol, Sulawesi Tengah, Ahad (20/4).
Foto: Antara/Eddie/Basri Marzuki
Warga menyaksikan sepeda motor yang dirusak massa di depan Kantor Polsek Biau, Buol, Sulawesi Tengah, Ahad (20/4).

REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- "Saya sangat yakin ada provokator yang memainkan situasi ini," kata Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola menanggapi kerusuhan yang terjadi di Buol, Sabtu (19/4) malam dan berlanjut hingga Ahad (20/4).

"Saya juga sangat prihatin dan kecewa karena sebagian masyarakat Buol tampaknya sangat mudah terprovokasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindakan anarkis dan destruktif," katanya lagi saat dihubungi Antara melalui telepon.

Tindakan anarkistis dan destruktif yang dilakukan massa ke Mapolsek Biau dan Momunu serta rumah tinggal anggota kepolisian sektor (polsek) di dua tempat tersebut pada Sabtu malam dipicu oleh hal yang kecil.

Berawal dari pertandingan sepak bola kompetisi Divisi I PSSI antara Perbul Buol dan tim dari Banyuwangi, Jawa Timur, yang berakhir dengan skor 1-2.

Entah apa pemicunya, usai pertandingan itu, terjadi perkelahian antarpendukung di dalam stadion. Perkelahian meluas menjadi tindakan anarkistis berupa perusakan alat-alat di stadion.

Polisi pun, sesuai prosedur tetap (protap) mereka, langsung turun mengamankan situasi dan berupaya melerai perkelahian oknum-oknum yang dilaporkan sebagian telah dipengaruhi minuman keras itu.

Dalam upaya mengamankan situasi ini, polisi dilaporkan sempat mengeluarkan tembakan peringatan. Segera setelah kejadian itu, tersiar khabar ada seorang warga yang luka terkena tembakan. Massa pun marah dan merangsek ke Mapolsek Biau dan Momunu lalu melempari kantor polisi itu dengan batu dan bom molotov.

Mereka juga merusak dan membakar kendaraan dinas polisi, menjarah rumah-rumah tempat tinggal anggota polsek sementara polisi sendiri yang kekuatan personelnya jauh di bawah jumlah massa, hanya bisa bertahan dengan tameng.

"Kami memang memerintahkan agar anggota tidak melepaskan tembakan ke massa sekalipun itu peluru karet," kata Kapolres Buol AKBP Ferdinan Maksi Pasule.

Bupati Buol Amiruddin Rauf dan tokoh-tokoh masyarakat pun segera turun lapangan menenangkan massa. Hal ini dilakukan agar tidak menimbulkan bentrokan hebat dengan polisi seperti yang terjadi pada 31 Agustus 2010, yang menewaskan delapan warga, melukai puluhan anggota Brimob dan menimbulkan kerugian materi miliaran rupiah.

Gubernur Longki Djanggola mengaku sangat yakin bahwa oknum-oknum tidak bertanggung jawab bermain di balik kerusuhan Buol ini.

"Siapa mereka dan apa motifnya, entahlah. Saya sudah meminta Kapolda untuk menyelidiki provokator tersebut dan menindak tegas mereka sesuai ketentuan yang berlaku," kata Longki.

Banyak pihak mengakui bahwa suasana psikologis masyarakat Buol yang masih trauma pascakerusuhan 31 Agustus 2010 itu belum sembuh total sampai saat ini.

Selain karena begitu banyaknya nyawa di pihak warga sipil yang tewas di ujung peluru aparat saat itu, juga karena ketidakpuasan banyak pihak atas penanganan hukum anggota kepolisian yang terlibat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement