Senin 14 Jan 2013 13:28 WIB

Jaksa Tuntut Hartati Murdaya Lima Tahun

 Sidang perdana Hartati Murdaya, terdakwa kasus dugaan suap kepengurusan hak guna usaha perkebunan kelapa sawit Kab. Buol di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (28/11).    (Republika/ Tahta Aidilla)
Sidang perdana Hartati Murdaya, terdakwa kasus dugaan suap kepengurusan hak guna usaha perkebunan kelapa sawit Kab. Buol di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (28/11). (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengusaha Siti Hartati Murdaya dituntut lima tahun penjara dan denda Rp250 juta karena menyuap mantan Bupati Buol Amran Abdullah Batalipu sebanyak Rp3 miliar mendapatkan Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) untuk perusahaannya PT Hardaya Inti Plantation dan PT Cakra Citra Murdaya.

"Meminta majelis hakim memberikan pidana penjara selama lima tahun dan pidana denda Rp250 juta subsider empat bulan penjara," kata jaksa penuntut umum Edy Hartoyo dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Tuntutan tersebut adalah hukuman maksimal berdasarkan pasal pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yang merupakan dakwaan pertama.

"Hal yang memberatkan terdakwa adalah tidak mengakui perbuatannya, perbuatan terdakwa membuat tidak optimalnya investasi di Indonesia Timur khususnya Buol, perluasan lahan yang dilakukan terdakwa dengan cara tidak jujur dapat menciptakan ketidakadilan sosial dan tindakan memobilisasi massa dapat mengganggu jalannya perkara," ungkap Edy.

Perbuatan yang dilakukan oleh Hartati berupa pemberian uang Rp3 miliar kepada Amran menurut jaksa telah selesai karena telah berpindah kepemilikan uang sehingga unsur memberikan sesuatu telah terpenuhi.

"Pemberian uang kepada terdakwa secara fisik diberikan sebanyak Rp1 miliar lewat karyawannya Yani Anshori dan Arim pada 18 Juni dan Rp2 miliar melalui Gondo Sudjono dan Yani Ansori pada 26 Juni 2012 untuk dibarter dengan surat rekomendasi agar mendapatkan IUP dan HGU tanah seluas 4.500 hektar dan agar Amran tidak memberikan izin kepada PT Sonekeling Buana karena lahannya berada dalam wilayah PT CCM dan PT HIP seluas 75 ribu hektar," kata jaksa.

Pemberian uang tahap pertama diberikan pada 18 Juni di rumah Amran Batalipu di Buol oleh Arim dan Yani Ansori dan selanjutnya pada 19 Juni Arim dan Yani menerima surat-surat yang disiapkan dan telah ditandatangani Amran Batalipu dan tim lahan.

"Pada 20 Juni, terdakwa menelepon Amran melalui telepon anak buahnya untuk mengucapkan terima kasih sudah barter satu kilo yang maksudnya Rp1 miliar dengan surat-surat yang ditandatangani Amran, dan akan barter lagi dua kilo dengan surat-surat supaya tidak diberikan izin kepada PT Sonekeling Buana yang lahannya masuk dalam lokasi 75 ribu hektar milik PT CCM atau PT HIP," jelas jaksa.

Tindak lanjut telepon tersebut adalah Gondo Sudjono Sudjono dan Arim mempersiapkan uang Rp2 miliar dalam 2 bungkus kardus untuk Amran Batalipu pada 26 Juni 2012.

"Gondo bersama dan Yani mengatakan ini barang titipan dari Ibu Hartati Murdaya, dan Amran menjawab iya," ungkap jaksa.

Atas tuntutan jaksa tersebut, Hartati dan tim kuasa hukumnya akan mengajukan nota keberatan (pledoi) pada Senin (21/1).

Usai sidang Hartati mengungkapkan bahwa tuntutan terhadapnya tidak realistis. "Tuntutan tidak realistis, harusnya tuntutan itu berdasarkan pada fakta-fakta persidangan tapi tuntutan ini hanya berdasarkan tuntutan sendiri," kata Hartati.

Dalam perkara ini Amran Batalipu juga telah dituntut 12 tahun penjara dengan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan, sedangkan dua anak buah Hartati yang memberikan uang yaitu Direktur Operasional PT HIP Gondo Sudjono dan Kepala Perwakilan PT HIP di Sulawesi Tengah Yani Ansori telah divonis penjara selama dua tahun enam bulan dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement