REPUBLIKA.CO.ID, JAKARATA -- Pertemuan Joko Widodo (Jokowi) dengan sejumlah duta besar asing dinilai tidak etis. Karena dapat membuka penafsiran adanya intervensi asing dalam proses pilpres Juli mendatang.
Pengamat media UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Iswandi Syahputra menjelaskan, pertemuan tersebut pasti terkait pencalonan Jokowi sebagai capres PDI Perjuangan (PDIP) atau cawapres yang mendampinginya.
"Pertemuan tersebut tidak etis bahkan dapat melukai rasa independensi Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat secara politik," ungkapnya dalam keterangan resmi, Selasa (15/4).
Menurutnya, Jokowi terlalu gegabah bertemu dengan sejumlah duta besar negara yang memiliki kepentingan bisnis besar di Indonesia. Pertemuan lebih baik dilakukan saat Jokowi telah terpilih sebagai presiden.
Memang, katanya, tidak ada yang melarang Jokowi bertemu siapa saja. Namun pertemuan tersebut menjadi peristiwa politik karena dilakukan sebelum pilpres. "Apalagi hanya negara yang memiliki kepentingan ekonomi besar terhadap Indonesia yang ditemuinya," papar Iswandi.
Ia menambahkan, pertemuan tersebut dapat memunculkan spekulasi negatif untuk Jokowi. Bisa saja dianggap semacam ajang transaksi politik dan bisnis.
"Apalagi dikabarkan pertemuan tersebut diinisiasi oleh mantan perdana menteri Malaysia Mahathir Mohamad. Malaysia sebagai tetangga dalam beberapa hal memililiki hubungan tidak baik dengan Indonesia. Ada apa ini? PDIP sebagai partai yang mengusung ideologi nasionalisme justru seperti membuka diri untuk diintervensi asing," katanya.
Iswandi pun meminta Jokowi untuk menjelaskan secara jujur maksud pertemuan tersebut. Karena hal itu merupakan masalah sensitif bagi masyarakat.
"Jika rakyat tidak dapat menerima penjelasan Jokowi terhadap pertemuan tersebut, maka benarlah bahwa kejujuran dan nasionalisme yang digembor Jokowi itu hanya komoditas politik untuk pencitraan belaka," jelasnya.