Ahad 13 Apr 2014 01:22 WIB

Penimbun Bahan Pokok Dikenai Denda Rp 50 M

Beras (illustrasi)
Foto: Republika/ Adhi Wicaksono
Beras (illustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR --  Para pelaku penimbunan bahan pokok dan atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang terancam terkena denda Rp 50 miliar atau kurungan selama lima tahun.

"Jika pelaku usaha menyimpan barang kebutuhan pokok atau barang penting itu termasuk pidana ekonomi," kata Kepala Biro Hukum Kementerian Perdagangan, Lasminingsih, di Ciawi, Bogor, Sabtu (12/4).

Lasminingsih mengatakan, salah satu contoh kasus penimbunan adalah penimbunan bahan bakar minyak (BBM), di mana para pelaku usaha dengan sengaja menimbun dan baru menjual BBM tersebut saat harga sudah mengalami kenaikan untuk memperoleh keuntungan besar.

Terhadap para pelaku penimbunan tersebut tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, pada pasal 107 yang menyebutkan bahwa pelaku usaha yang menyimpan barang atau penimbunan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 50 miliar.

"Untuk jangka waktu masih dirumuskan," kata Lasminingsih.

Sementara pasal yang mengatur adanya larangan bagi para pelaku usaha untuk melakukan menyimpan barang kebutuhan pokok dan atau barang penting diatur pada pasal 29 ayat 1.

Berdasarkan Undang-Undang Perdagangan yang baru disahkan pada Januari 2014 tersebut, para pelaku usaha diperbolehkan atau dapat melakukan penyimpanan barang kebutuhan pokok dan atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu.

Penyimpanan tersebut diperbolehkan jika dipergunakan sebagai bahan baku atau baham penolong dalam proses produksi atau sebagai persediaan barang yang akan didistribusikan.

Untuk pengaturan lebih lanjut terkait pasal yang mengatur mengenai penyimpanan barang tersebut akan diatur pada Peraturan Presiden yang ditargetkan oleh Kementerian Perdagangan bisa terselesaikan bersama-sama dengan aturan turunan lainnya.

Beberapa aturan turunan untuk UU Perdagangan yang harus diselesaikan diantaranya adalah sembilan Peraturan Pemerintah, 14 Peraturan Presiden, dan 20 Perarturan Menteri Perdagangan yang harus diselesaikan untuk mendukung penerapan UU tersebut.

Barang yang dikategorikan sebagai 'Barang Kebutuhan Pokok' dan 'Barang Penting' sendiri akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP). Terdapat 18 jenis barang yang dimasukkan sebagai Barang Kebutuhan Pokok dan 10 jenis barang yang dikategorikan sebagai Barang Penting.

Sebanyak 18 jenis barang yang masuk kategori Barang Kebutuhan Pokok adalah beras medium, telur ayam ras, daging ayam ras, kedelai, susu, minyak goreng, tepung terigu, daging sapi, jagung pipi, garam beryodium, gula kristal putih, bawang merah, bawang putih, semua jenis cabe, ikan (ikan bandeng segar, ikan kembung segar, ikan tongkol), obat generik, vaksin, dan LPG 3 kg.

Sedangkan 10 barang yang dimasukkan sebagai Barang Penting, terdiri dari besi baja konstruksi, baja ringan, semen, aspal, pupuk, BBM dan gas, rotan, triplek, benih (benih padi, jagung, kedelai), dan bijih plastik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement