REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pesawat kepresidenan diyakini bisa membuat kinerja presiden lebih efektif dan efisien. Terutama dari segi anggaran.
Sebab selama ini, penerbangan presiden di dalam mau pun luar negeri masih menyewa pesawat komersial Garuda Indonesia.
Mensesneg Sudi Silalahi mengatakan proses pengadaan pesawat Boeing Bussines Jet 2 (BBJ-2) 737-800 memakan waktu selama empat tahun.
"Dengan hadirnya pesawat ini, akan lebih mengefektifkan dan mengefisienkan penggunaan pesawat terbang. Dengan pesawat ini ada penghematan yang kita hitung sekitar Rp 114 miliar per tahun di masa yang akan datang," katanya, Kamis (10/4).
Ia mengatakan, Indonesia patut berbangga dengan hadirnya pesawat itu. Karena setelah 69 tahun, akhirnya memiliki pesawat kepresidenan. Hal itu bisa terwujud karena Indonesia sudah lebih mampu secara finansial dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk DPR. Meski pun dalam perjalanannya sempat ada riak-riak penolakan.
"Ini karena kemampuan uang kita yang semakin baik. Dengan dukungan DPR dan kesamaan pendapat, kita simpulkan memang kita perlu memiliki pesawat presiden," katanya.
Meski sudah tiba di Tanah Air, pesawat kepresidenan belum akan mengudara atau dipakai oleh presiden saat ini. Sebab, masih perlu ada sertifikasi dari kemenham. Setelah itu baru diserahkan ke TNI Angkatan Udara untuk dirawat dan dioperasikan saat dibutuhkan.
"Mudah-mudahan bisa segera diselesaikan sertifikasinya. Minggu depan uji coba penerbangan dan kemudian presiden bisa memakainya. Presiden yang sekarang paling hanya 1-2 kali sempat memakai, presiden yang akan datang yang akan lebih banyak memakai," katanya.
Dalam kesempatan itu, dilakukan serah terima dari Boeing sebagai produsen kepada mensesneg dengan penyerahan miniatur pesawat kepresidenan. Nantinya, setelah sertifikasi selesai, akan diserahkan ke TNI Angkatan Udara.
"Pesawat kepresidenan ini yang mengadakan kemensesneg. Dari rapat dan masukan berbagai pihak. Anggarannya pun dari kemensesneg, bukan anggaran dari kepresidenan," katanya.