REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Tipikor kembali menunda pembacaan vonis untuk terdakwa korupsi Izederik Emir Moeis. Ketika membuka sidang, Ketua Majelis Matheus Samiaji mengatakan, politisi PDI Perjuangan itu masih dalam kondisi sakit jantung.
Kata hakim, Emir masih berstatus dibantarkan untuk dirawat di Rumah Sakit Harapan Kita. "Jadi, pada intinya sidang ini hanya untuk publisitas. Bahwa terdakwa masih dirawat di rumah sakit. Jadi sidang belum bisa dilanjutkan," ujar hakim di PN Tipikor, Jakarta (7/4).
Hakim menambahkan, agar tetap jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap memberikan hak Emir untuk mendapat perawatan medis. Meski begitu majelis tetap menjadwalkan pembacaan vonis pekan mendatang. "Sidang akan dilanjutkan, pada Senin (14/4)," ujar Hakim.
Penundaan pembacaan vonis untuk terdakwa Emir, bukan sekali ini. Sebenarnya nasib hukum Emir, dijadwal pada Kamis (3/4). Namun, mendadak penyakit jantung bekas kutua Komisi XI DPR itu, kumat, Rabu (2/4) malam. Emir, terpaksa dikeluarkan dari Rutan Guntur untuk dilarikan ke rumah sakit.
Hingga hari ini, Emir masih dirawat di ruang obeseravtori untuk mengetahu tindakan medis dari penyakitnya. Jaksa dari KPK, Supardi dalam keterangannya mengatakan, surat keterangan sakit, sudah ditangan majelis sebagai dasar pembantaran Emir. Surat itu ditandatangani atas nama tim medis RS Harapan Kita.
Jaksa KPK menuntut agar majelis hakim memenjarakan Emir selama empat tahun enam bulan, serta denda Rp 200 juta susider lima bulan kurungan. Tuntutan itu sebagai hukuman atas perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh politisi dari PDI Perjuangan itu.
Emir dituduh melakukan tindak pidana korupsi selama duduk di kursi anggota DPR 1999-2004. Dalam tuntutan, Emir dikatakan menerima uang 357 ribu dolar AS dari perusahaan enerji Paman Sam, PT Alstom Power Amerika dan dari PT Marubeni asal Jepang. Pemberian uang tersebut terkait dengan pemenangan tender dalam pembangunan proyek PLTU Tarahan, Lampung, 2004 silam.
Dihubungi terpisah, Juru Bicara KPK, Johan Budi mengatakan, menjadi kewenangan majelis hakim untuk menunda pembacaan vonis terhadap Emir. Ia juga enggan menjawab ketika ditanya apakah KPK akan meminta PN Tipikor untuk membacakan vonis secara in absentia atau tanpa perlu kehadiran Emir di persidangan. Ini mengingat penundaan putusan sudah dilakukan dua kali. "Keputusan (in absentia) ada di hakim," katanya.