REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Klaim peran lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa oleh sejumlah partai politik dan capres telah mengabaikan fakta potensi korupsi yang mengancam penerapan UU desa.
Potensi korupsi itu seiring dengan penerapan UU Desa yang akan diikuti oleh transfer anggaran kurang lebih 1 Milyar ke desa. Diperkirakan tahun 2014 ini saja total tranfer ke desa mencapai sekitar Rp 59 triliun. "Transfer ini, menyimpan potensi korupsi yang makin terdesentralisasi ke desa," kata aktivis Anti korupsi, Dahnil Anzar Simanjuntak, Rabu (2/4).
Masalah lemahnya mekanisme pengawasan di tingkat desa, kata dia, akan menjadi permasalahan sendiri. "Kasus Korupsi bisa jadi akan banyak kita temui di desa nantinya," katanya.
Menurutnya,untuk mencegah hal tersebut para capres dan partai politik itu jangan sibuk mengklaim UU Desa, tetapi harus punya konsep dan disain transfer dana ke desa, serta pengawasan untuk mencegah potensi Korupsi di desa.
Termasuk potensi konflik yang tinggi di desa berkenaan dengan alokasi anggaran tersebut. "Apapun ceritanya kebutuhan utama untuk Indonesia ke depan adalah melawan potensi Korupsi yang mungkin timbul. Maka kita butuh komitmen itu bukan klaim kosong," pungkas ekonom yang akrab dipanggil Anin itu.