Selasa 01 Apr 2014 16:45 WIB

Kelahiran Hewan di Tengah Sengketa Lahan

Rep: C30/Mas Alamil Huda/ Red: Julkifli Marbun
Harimau
Foto: WORLD WILD LIFE
Harimau

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Seekor anak Harimau Sumatra lahir di Kebun Binatang Bandung, Jumat (28/3). Bayi harimau yang belum diberi nama itu lahir di tengah konflik sewa lahan yang tak kunjung ada ujung. Setidaknya, kehadiran bayi harimau itu menjadi sedikit angin segar bagi pecinta binatang. Memang, fungsi kebun binatang salah satunya adalah sebagai konservasi hewan.

Bayi Harimau Sumatra ini lahir dari sepasang induk yang bernama Mellino dan Wage. Wage, merupakan induk betina yang dibarter dengan hewan lain dari Kebun Binatang Yogyakarta. Ia lahir tahun 1993. Wage sebelumnya dikawinkan dengan Budi, harimau Sumatra yang lahir di Bunbin Bandung. Budi sendiri lahir pada 2 Agustus 1992. Namun, sejak tahun 2004 Budi meninggal karena sakit.

Kepal Humas Kebun Binatang Bandung Sudaryo mengatakan, hasil perkawinan Budi dan Wage menghasilkan anak harimau sebanyak lima ekor. Kelimanya yakni Mellino berkelamin jantan yang lahir pada 29 Desember 1999. Kemudian Marta dan Marti, jantan dan betina yang terlahir kembar pada 3 Agustus 2001. Sedangkan kelahiran ketiga yakni kembar betina, Fitra dan Fitri pada 17 Desember 2003. "Benar, Mellino tak lain anak dari Wage sendiri," katanya di Bunbin Bandung, Selasa (1/4).

Kelahiran anak harimau Sumatra pada Jumat lalu merupakan hasil hubungan antara ibu dengan anaknya. Dikatakan Sudaryo, sebenarnya hubungan tersebut sudah dicegah. Sebab, kata dia, hubungan itu tidak diperbolehkan dalam ilmu kehewanan. Menurutnya, hubungan antara ibu dan anak lebih berpeluang besar melahirkan anak dengan kelainan genetik.

Sudaryo menganggap hal itu terjadi karena 'kecelakaan' biasa. Anehnya, kelahiran bayi beberapa hari lalu itu merupakan bayi harimau ke dua dari hasil hubungan antara anak dan ibu itu. Sebelumnya, seekor harimau juga lahir dari hubungan Mellino dengan Wage. Anak pertama mereka diberi nama Yovie yang lahir pada 26 Mei 2011.

Dia mengelak jika kejadian tersebut diakibatkan karena kurangnya perhatian pengelola terhadap hewan yang ada di Bunbin Bandung. Menurutnya, kejadian itu di luar perkiraan pihak pengelola. Anak pertama yang lahir dari Mellino dan Wage lahir saat Budi masih hidup. Tidak adanya kandang baru untuk memisahkan keduanya menjadi alasan sulitnya mengontrol hal tersebut.

Bayi harimau yang lahir dengan sehat itu belum diketahui jenis kelaminnya. Saat ini, si bayi sedang bersama Wage di kandangnya. Namun, kata Sudaryo, Wage tidak mau menyusui bayinya. Bayi Harimau Sumatra yang baru lahir ini diberi susu 'pet shop' untuk menjaga kesehatannya. "Bagaimanapun keadaannya kita harus bersyukur atas lahirnya penghuni baru di kebun binatang ini," ujarnya.

Rasa syukur itu bukan tanpa alasan. Tidak hanya harimau. Tapir yang ada di Bunbin Bandung juga melahirkan satu ekor lagi. Tapir yang baru lahir itu diberi nama Marcell. Anak tapir ini lahir pada 8 Maret 2013. Marcell lahir dari pasangan tapir betina bernama novi dan pejantan bernama Willy.

Kedua tapir tersebut merupakan tapir pertama yang dipelihara pengelola Bunbin Bandung sejak tahun 2000-an. Sampai saat ini, kata Sudaryo, ada enam ekor tapir di Bunbin Bandung. Mereka yakni Novi dan Willy sebagai induk beserta empat orang anaknya. Masing-masing Noval, Agus, Yuni dan Marcell. "Sekali lagi kami sangat bersyukur atas lahirnya mereka. Ini salah satu wujud fungsi Bunbin Bandung sebagai lembaga konservasi," ujarnya.

Salah satu pawang Kebun Binatang Bandung Dede Dani mengatakan, usia kehamilan untuk tapir sampai satu tahun. Sedangkan untuk harimau selama tiga bulan. Sama dengan manusia, kata dia, baik harimau maupun tapir menunjukkan tanda-tanda kehamilan saat mengandung. Dede yang telah menjadi penjaga Kebun Binatang Bandung sejak tahun 1991 mengerti betul tentang hampir semua hewan yang ada di Bunbin Bandung. "Mulai nafsu makan kurang sampai ada yang muntah-muntah," katanya.

Seperti diketahui, sampai sejauh ini lahan yang dijadikan kebun binatang itu masih menjadi sengketa. Pemkot Bandung yang mengklaim bahwa lahan yang kini dikelola pihak Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung itu adalah miliknya. Sampai sejauh ini, pemkot masih bersikukuh bahwa pihak yayasan masih menunggak biaya sewa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement