REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Partai Golkar bergeming atas penilaian terhadap Aburizal Bakrie (Ical) sebagai calon presiden. Meskipun banyak hasil survei yang menunjukkan Ical sulit bersaing dalam kontestasi menjadi presiden Republik Indonesia berikutnya.
Hasil survei Pusat Kajian Pancasila, Hukum, dan Demokrasi (Puskaphdem) Universitas Negeri Semarang, 19 Februari-28 Maret 2014, menunjukkan Ical masih paling populer di internal Partai Golkar. Namun dari sisi elektabilitas, Ketua Umum Golkar itu disalip Priyo Budi Santoso dan Jusuf Kalla.
"Elektabilitas ARB dapat ancaman cukup signifikan di internal," ujar Direktur Eksekutif Puskaphdem Arif Hidayat, dalam acara diskusi hasil survei, di Jakarta, Senin (31/3).
Dari 1090 responden, tingkat keterpilihan Ical hanya menempati posisi ketiga dengan 16,42 persen. Ical tersisih oleh Jusuf Kalla (17,33 persen) dan Priyo Budi Santoso (18,44) persen. Arif menilai, banyak faktor yang menyebabkan elektabilitas Ical merosot. Seperti kontroversi video Maladewa dan juga putusan terkait Lapindo.
Dengan kondisi ini, Arif menilai, Golkar perlu melakukan evaluasi pencapresan Ical. Menurut dia, partai berlambang pohon Beringin itu harus melihat potensi tokoh lain. Arif bahkan menilai Golkar harus meniru langkah yang dilakukan PDI Perjuangan (PDIP). Di mana Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memberikan mandat capres kepada Joko Widodo (Jokowi).
"Revolusioner. Karena capres biasanya dari Ketum atau Dewan Syuro partai," kata dia.
Menurut Arif, Golkar harus memikirkan ulang pencapresan Ical. Langkah ini, ia mengatakan, menjadi cara untuk memberikan kesempatan pada kader partai yang lebih potensial. Apalagi, ia mengatakan, Golkar mempunyai tagline 'Suara Golkar, suara rakyat'.
"Sejatinya Golkar mendengar suara dan persepsi publik. Tingkat elektabilitas dan peluang ARB kian hari semakin menipis," ujar dia.