Sabtu 29 Mar 2014 16:16 WIB

Keluarga Majikan Satinah Bersedia Terima Diyat 5 Juta Riyal

Rep: Esthi Maharani/ Red: Nidia Zuraya
Sulastri, kakak ipar TKI Satinah memperlihatkan foto terkini Satinah yang diabadikan pada awal Februari lalu di penjara kota Buraydah, Arab Saudi, di rumahnya di Desa Kalisidi, Ungaran, Semarang, Jateng, Selasa (25/3).
Foto: Antara
Sulastri, kakak ipar TKI Satinah memperlihatkan foto terkini Satinah yang diabadikan pada awal Februari lalu di penjara kota Buraydah, Arab Saudi, di rumahnya di Desa Kalisidi, Ungaran, Semarang, Jateng, Selasa (25/3).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Keluarga majikan Satinah binti Jumadi Ahmad (40 tahun), TKI yang terancam eksekusi mati bersedia menerima uang diyat sebesar 5 juta riyal yang diberikan pemerintah Indonesia.

“Keluarga majikannya almarhum Nurah binti Muhammad Al Gharib telah menyatakan bersedia menerima diyat yang ditawarkan pemerintah, asal ada tambahan sebesar 1 juta riyal lagi, sehingga genap menjadi 5 juta riyal,” kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Gatot Abdullah Mansyur akhir pekan ini.

Gatot menegaskan, Pemerintah Indonesia berharap kepada keluarga ahli waris korban kasus pembunuhan yang dilakukan Satinah tidak mengubah kesepakatan yang telah dilakukan. Ia menyebutkan, dengan kesepakatan itu maka pelaksanaan hukuman pancung yang semestinya dilaksanakan 3 April ini bisa ditunda selama dua tahun lagi.

Dijelaskan Kepala BNP2TKI itu, saat ini uang diyat untuk Satinah sudah ada 4 juta riyal yang dititipkan ke Baitul Maal Pengadilan Umum Buraidah, Arab Saudi. Uang tersebut merupakan bantuan dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) sebesar 3 juta riyal, kemudian 500 ribu riyal dari Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati) dan 500 ribu riyal lagi dari para dermawan di Arab Saudi.

 

"Pemerintah berharap keluarga korban bersedia mengambil uang diyat Satinah sebesar 4 juta riyal di Baitul Maal Pengadilan Umum Buraidah itu. Adapun informasi terbaru keluarga korban bersedia mengambil jika sudah ada tambahan sebesar 1 juta Riyal lagi, sehingga genap menjadi 5 juta Riyal," jelas Gatot.

Sebelumnya, keluarga Nurah binti Muhammad Al Gharib pada mulanya menuntut qishas Satinah dengan syarat mengganti diyat sebesar 15 juta yiyal. Pemerintah kemudian berupaya keras melalui upaya deplomasi - baik dilakukan Kemenlu, Satgas TKI/WNI di Luar Negeri Yang Terancam Hukuman Mati maupun Perwakilan RI di Arab Saudi (KJRI Jeddah dan KBRI Riyadh) hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkirim surat kepada Raja Arab Saudi, serta menemui keluarga korban dan pendekatan pada tokoh masyarakat. Dari upaya itu, pihak keluarga korban kemudian bersedia menurunkan tuntutan diyat menjadi 7 juta riyal

"Kita sudah berusaha mengadakan pendekatan pada keluarga korban agar bersedia menerima uang 4 juta riyal yang telah disediakan untuk Ibu Satinah. Namun kabarnya, keluarga korban meminta tambahan lagi 1 juta riyal untuk digenapi menjadi 5 juta riyal," katanya.

Gatot meyakini, sesuai deal terakhir dengan ahli waris korban di Riyadh, asal ada 1 juta riyal saja untuk menggenapi menjadi 5 juta riyal dan bisa diserahkan kepada keluarga korban, maka vonis qishas bisa diperpanjang 2 tahun lagi.

Menurut Kepala BNP2TKI itu, uang sebesar 1 juta riyal untuk menunda hukuman pancung Satinah itu dibawa oleh mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni yang diutus Presiden SBY ke Arab Saudi. Setelah itu akan segera diserahkan ke Baitul Maal Pengadilan Umum Buraidah, sehingga hukuman pancung bisa ditunda selama dua tahun ke depan.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement