REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Menurut hasil survei Transparansi Internasional Indonesia (TII), parlemen masih tercatat sebagai institusi publik terkorup. disusul Partai Politik, Kepolisian dan Kejaksaan. Pandangan parlemen, parpol, polisi dan kejaksaan masih tinggi nilai korupsi itu berdasarkan responden pemilih pemula yang ada di lima Kotamadya DKI Jakarta.
"Dengan 993 responden dan margin erorrnya 2,3 persen," kata Kepala Departemen Youth TII Lia Toriana, saat menyampaikan hasil surveinya di Hotel Sulatan Jakarta, Rabu (26/3).
Dari survei yang dilakukan selama satu bulan terhitung tanggal 9-22 Februari. Hasilnya parlemen mendapatkan skore sebanyak 4.33 pesen, Partai Politik 3.88 persen, Polisi 3,84 persen, sedangkan instusi Kehakiman/Kejaksaan 3.69 persen.
Nilai itu kata Lia tidak lain berdasarkan persepsi pemilih pemula setelah melihat pemberitaan media mengenai kasus korupsi yang dilakukan anggota DPR, elit politik dan petinggi di Kepolisian. Persepsi polisi korup juga bukanya hanya karena adanya pemberitaan, tetapi dialami pemilih pemula sendiri langsung di lapangan.
Pemilih pemula suka memberikan uang suap saat ditilang polis atau membuat SIM untuk membayar calo. "Jadi 39 peresen pemilih pemula muda atau responden membayar uang pelicin," katanya.
Kata Lia, uang pelicin itu tertinggi pertama Polisi kedua Kelurahan atau RW untuk mempercepat pembuatan KTP. Lanjut Lia, kenapa pemilih pemula melakukan suap? alasanya beragam, karena sudah biasa dilakukan, ingin cepat dan instan, ketiga ketidak tahuan mereka bagaimana prosedur yang benar membuat SIM dan KTP.
"Itulah faktor-faktor, kenapa mereka membayar uang pelicin,"