REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Serikat Pekerja PT Pelindo II (Persero) menyatakan menolak pengangkatan kembali Dirut Pelindo II RJ Lino karena tidak menjalankan tugas sesuai tata kelola perusahaan (GCG) dan diduga terlibat dalam sejumlah kebijakan yang merugikan perusahaan.
"Kami meminta Menteri BUMN Dahlan Iskan supaya meninjau kembali pengangkatan RJ Lino. Selama menjabat 2009-2014 kinerja yang bersangkutan dinilai penuh kontroversi dan penyelewengan-penyelewengan," kata Ketua Umum Serikat Pekerja Pelindo II Kirnoto, saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin.
Kirnoto bersama sejumlah anggota SP Pelindo II menyampaikan surat penolakan
pengangkatan dan bukti-bukti penyalahgunaan wewenang RJ Lino kepada Kementerian BUMN.
Pengangkatan kembali Lino mulai 11 Maret 2014, yang tertuang dalam Keputuan Menteri BUMN Selaku Kuasa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Nomor: SK-48/MBU/2014 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota-Anggota Direksi Perusahaan PT Pelindo II.
"Pengangkatan Lino tidak lazim, karena RUPS digelar tanpa memintai pertanggungjawaban kinerja direksi Pelindo II atas laporan keuangan 2013," kata Kirnoto.
Sementara itu mantan Kepala Humas Pelindo II Hendra Budi yang juga ikut menyampaikan surat penolakan pengangkatan Lino tersebut mengatakan, seharusnya pemegang saham langsung berinisiatif menindaklanjuti setiap dugaan adanya penyelewengan dari setiap kebijakan yang diambil perusahaan.
"Kami sudah pernah hingga empat kali menyampaikan surat yang isinya meminta pemegang saham untuk menginvestigasi setiap dugaan pelanggaran. Tapi justru tidak didengar, dan direksi berupaya menekan setiap orang yang melapor kepada Kementerian BUMN," kata Budi, yang mengundurkan diri bersama dengan 33 orang karyawan Pelindo II lainnya.
Kerugian negara
Dalam surat yang disampaikan kepada Kementerian BUMN tersebut, sederet penyalahgunaan wewenang Lino antara lain, hasil audit investigasi BPKP Nomor: SR-403/D6/02/2011 tanggal 1 April 2011, tentang investigasi pengadaan 3 Unit Quay Container Crane (QCC).
Lino diduga melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerapkan penunjukan langsung HDHM sebagai pelaksana pengadaan 3 unit QCC, sehingga diduga menimbulkan kerugian negara sekitar 3,1 juta dolar AS.
Selain itu, hasil audit Kantor Akuntan Publik Tahun 2012, RJ Lino diduga melakukan pelanggaran terkait pengadaan 10 unit mobil crane dengan menunjuk langsung vendor asal Cina, Guangxi Narishi Century.
Pada proyek pembangunan Terminal Kalibaru dengan biaya sebesar Rp46 triliun, Lino juga disorot karena tidak profesional dan komprehensif terkait disain yang terus berubah-ubah yang memicu naiknya biaya investasi.
"Akibatnya Pelindo II harus mencari dana talangan (bridging finance) dari Bank Mandiri dan Bank BNI sebesar Rp4 triliun, yang akan jatuh tempo Agustus 2014. Sementara perusahaan dikhawatirkan tidak mampu memenuhi kewajiban tersebut," kata Budi.
Hal lain yang juga menjadi perhatian SP Pelindo II, bahwa selama menjabat Lino merekrut staf ahli/khusus Farid Harianto sebagai Advisor Bidang Perencanaan Strategi Keuangan Pelindo II dengan gaji sebesar 25.000 dolar AS per bulan.
Selain itu mengangkat Nina Insania dari LPPM sebagai penasehat bidang SDM dengan imbalan sebesar Rp100 juta per bulan, ditambah dengan tunjangan dan fasilitas kesehatan, kendaraan dinas dan sopir.
"Perilaku Lino membawa orang dengan digaji mahal, melanggar Peraturan Menteri BUMN tentang larangan bagi Direksi BUMN, Dewan Komisaris/Dewan Pengawas untuk mempekerjakan staf ahli namun terbukti tidak berkualitas," ujar Budi.