Ahad 09 Mar 2014 17:41 WIB

Walhi Wacanakan Bentuk Komisi Penyelesaian Konflik Agraria

Logo Walhi
Logo Walhi

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Selatan kembali menyampaikan wacana pembentukan Komisi Penyelesaian Konflik Agraria, untuk mendorong penyelesaian secara tuntas sengketa lahan.

Komisi Penyelesaian Konflik Agraria (KPKA) ini beranggotakan orang-orang yang terlepas dari kepentingan pihak mana pun atau independen dan perlu dibentuk di negara ini yang sangat luas dan masih banyak terjadi konflik agraria, kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel, Hadi Jatmiko, di Palembang, Minggu.

Menurut dia, lembaga independen tersebut mendesak dibentuk karena sengketa tanah di berbagai daerah termasuk di Sumsel terus meningkat, dan sering memicu terjadi bentrokan yang mengakibatkan korban jiwa atau luka-luka serta kerugian harta benda.

Untuk mewujudkan wacana itu, Walhi mengajak semua lapisan masyarakat mengusulkan dan memperjuangkannya kepada pemerintah daerah dan pusat, agar sengketa tanah yang terkesan tidak pernah habis itu bisa lebih fokus ditangani, katanya lagi.

Hadi menyatakan, di Sumsel banyak terjadi konflik agraria, salah satunya pada lahan perkebunan tebu dan Pabrik Gula Cinta Manis milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII di Kabupaten Ogan Ilir.

Lahan perkebunan tebu dan pabrik gula tersebut yang luasnya sekitar 20 ribu hektare lebih dikuasai PTPN VII sejak 1982, namun saat ini bersengketa dengan masyarakat dan petani yang tersebar di puluhan desa kabupaten tersebut.

Sengketa lahan itu hingga kini belum ada jalan keluarnya.

Dalam proses perjuangan masyarakat dan petani untuk mendapatkan lahan mereka yang telah dikuasai dan dikelola perusahaan perkebunan milik negara itu, pada Juli 2012 terjadi bentrokan warga dengan aparat Brimob Polda Sumsel.

Bentrokan itu mengakibatkan satu korban tewas, anak petani yang berusia belasan tahun, satu korban cacat tetap, dan empat orang mengalami luka tembak.

Setelah kejadian itu, perjuangan masyarakat dan petani di Ogan Ilir mulai mengendor, karena kebanyakan warga takut kembali beraksi mendapatkan hak mereka.

Kondisi itu bukan berarti masalahnya telah berakhir, mengingat pada awal Maret 2014 ini, kasusnya kondisi kembali memanas menyusul aksi unjuk rasa ribuan petani setempat.

Karena itu, Walhi Sumsel mengingatkan agar konflik agraria di negara ini tidak menjadi semakin rumit dan parah, perlu diambil langkah-langkah penanganan yang tepat dan cepat oleh pemerintah, seperti segera membentuk lembaga independen tersebut.

"Dengan adanya lembaga yang personelnya adalah orang-orang independen terbebas dari kepentingan seseorang, institusi, dan kelompok mana pun, diyakini mampu menyelesaikan semua konflik agraria yang terjadi di negeri ini sesuai dengan aturan hukum dan secara damai," kata Hadi Jatmiko pula.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement