Ahad 09 Mar 2014 14:02 WIB

Menerawang Waria Taman Lawang

Rep: c67/ Red: Karta Raharja Ucu
Waria melakukan aksi demonstrasi. (ilustrasi)
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Waria melakukan aksi demonstrasi. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lampu-lampu kota menyala remang, menyinari Taman Latuharhari sampai di sepanjang jalan Sumenep. Taman itu tersusun rapi nan indah. Bunga-bunga sebagai hiasan taman memanjakan mata.

Taman itu lebih dikenal dengan Taman Lawang. Taman yang sangat legendaris dan merupakan tempat yang tidak asing bagi warga Jakarta. Tempat itu adalah tempat puluhan waria mencari uang dari para pelanggannya ketika hari beranjak malam. Di taman itu, kesibukan baru dimulai ketika sebagian warga Jakarta sudah terlelap karena kelelahan.

Pedagang kopi bersepeda ramai berkeliaran di sekitar Taman Lawang. Sopir-sopir taxi memarkir mobilnya di sepanjang Jalan Sumenep. Puluhan waria berjejer memanggil-manggil orang yang melintasi area Taman Lawang.

Jam kerja para waria itu dimulai pukul 00.00 hingga 05.00 WIB. Puluhan waria berdiri dari depan Halte Transjakarta di Taman Latuharhari hingga sepanjang Jalan Sumenep. Mereka menawarkan diri kepada orang-orang yang melintasi Taman Lawang. Bahkan mereka tidak segan menghentikan pengendara sepeda motor dan mobil sembari menggoda dengan menggoyangkan badan.

Ada yang berkelompok, tak sedikit yang memisahkan diri. Sesekali mereka mengusapkan bedak dan menata rambutnya dengan sisir. Tidak semua pengendara benar-benar memakai jasa waria. Banyak juga yang hanya menggoda dengan pura-pura menawar harga. “Mau Maen, berani berapa, di kos apa di sini,” kata seorang waria saat disambangi ROL, Rabu (5/3).

Waria yang mengaku bernama Yulia itu mengatakan, setiap waria memasang harga berbeda. Mulai Rp 50 ribu hingga Rp 300 ribu. Semakin cantik, semakin tinggi pula harga mereka.

Yulia menerangkan, semak-semak di taman dan di bawah kolong jembatan menjadi tempat 'eksekusi'. Jika melakukan praktik di area Taman Lawang, mereka memasang harga Rp 50 ribu. Jika mereka melakukannya di kos mereka meminta Rp 100-300 ribu.

Situasi berbeda ketika memasuki sekitar pukul 03.30 WIB. Saat Subuh menjelang, para waria akan 'banting harga'. "Bahkan sebagian ada yang menawarkan jasanya secara gratis," ucap Yulia.

Pengakuan lain didapat dari Adelia. Waria asal Palembang itu mengaku bisa mencukupi kehidupannya dengan menjajakan diri di Taman Lawang. Uang dari hasil "mangkal" di Taman Lawang ia gunakan untuk kehidupan sehari-hari, termasuk membayar kos.

Seorang penjual minuman ringan di depan Taman Lawang mengaku sudah mahfum dengan perilaku para waria di Taman Lawang. Perempuan yang enggan menyebutkan namanya itu mengatakan para waria berperilaku baik. “Sudah biasa Mas. Saya sudah 14 tahun jualan di sini. Jadi biasa saja,” kata dia.

Ia mengungkapkan, para waria di Taman Lawang berasal dari berbagai daerah, seperti Jawa Tengah, Bandung, hingga Palembang. Biasanya mereka berkumpul dengan temannya yang satu daerah.

Pendapat serupa disampaikan Warto, penjaga keamanan di perumahan sekitar Taman Lawang. “Saya sudah satu tahun kerja di sini, jadi saya sudah biasa,” kata Warto kepada ROL.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement