Sabtu 08 Mar 2014 11:06 WIB

GAPMMI: Edukasi, Kunci Tingkatkan Sertifikasi Halal

Logo Halal
Logo Halal

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi

JAKARTA--Terkait Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU-JPH), Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Umum Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Rahmat Hidayat, mengatakan jika mau sertifikasi halal meningkat, kuncinya edukasi masyarakat, utamanya umat Muslim.

Ini juga sekaligus menjadi kewajiban umat, mulai dari perseorangan hingga pemerintah, orangtua, pendidik, ulama dan yang lainnya.

''Keinginan masyarakat yang besar akan membuat produsen mengikuti. Jadi kalau mau semua produk halal, yang paling penting adalah edukasi masyarakat. Sebab produsen akan ikut saja,'' tutur Rahmat dalam diskusi bersama media di kantor GAPMMI, Jumat (7/3).

Pada dasarnya, GAPMMI tetap berpegang pada prinsip konsumen wajib dilindungi atas semua klaim produsen, termasuk klaim kehalalan.

Jika sudah klaim halal, maka produsen itu wajib melakukan sertifikasi sebab halal harus dibuktikan. Jika klaim halal tanpa sertifikasi, harus dihukum dengan tidak membeli produk itu sebab ini berkaitan erat dengan integritas perusaah penghasil produk.

Tetapi, perusahaan mau mengklaim halal atau tidak, itu sukarela. Oleh sebab itu, lanjut Rahmat, kata mandatory terkait RUU-JPH perlu dijelaskan.

''Klaim atau tidak klaim halal itu pilihan. Apa tidak boleh kalau berdagang yang tidak halal? Serifikasi itu tergantung kecenderungan dan motifasi perusahaan,'' tutur Rahmat.

Banyak juga perusahaan yang tidak mengklaim halal. Kalau menggunakan prinsip mandatory dengan tetap mensertifikasi semua produk, tidak peduli produknya apa, GAPMMI tidak sepaham dan memandang itu hal yang aneh.

Jika perusahaan tidak mengklaim halal, silakan saja karena itu hak. GAPMMI akan membela jika mereka dipaska melakukan sertifikasi.

''Masa dipaksa? Analoginya seperti, apakah semua orang harus Islam? Tidak. Tapi begitu ia masuk Islam, ia tidak bisa lepas dari kewajibannya sebagai Muslim,'' kata dia.

Produsen yg melakukan sertifiksi halal berarti ingin melindingi konsumennya. Tapi ini tidak bisa dibalik. Perlu ditelaah.

Negeri ini konsumen Muslimnya banyak sekali, tapi ada yang memerhatikan kehalalan dan ada juga yang tidak. Jika yang disasar adalah yang pertama, logikanya lebih untung.

Dalam undang-undang perlindungan konsumen, perusahaan atau produsen tidak memberikan kepada konsumen atas apa yang dijanjikan, maka akan didenda Rp 5 miliar atau kurungan badan tiga bulan. Termasuk janji kehalalan produk.

Kalau semua produk harus masuk 'kotak' sertifikasi agar bisa dibedakan yang halal dan tidak, GAPMMI melihat ini perlu ditinjau dari prinsip perlu atau tidak dan kemanfaatan.

Perlukah semua produk yang sekian harus masuk 'kotak' sertifikasi? Terlebih jika bahannya tidak halal. Ini malah menghabiskan sumber daya.

Ada usulan tentang tidak tunggalnya lembaga sertifikasi, GAPMMI akan mengikuti saja selama lembaga yang ada memang berkompeten, memiliki ilmu, pengalaman dan memilki integritas. ''Silakan saja. Produsen akan memilih. Kami akan berpegang kepada yang paling berkompeten,'' kata Rahmat.

GAPMMI berharap kerjasama lembaga sertifikasi halal yang bekerja sama dengan MUI di luar negeri dan auditor LPPOM di daerah, bisa dikembangkan karena akan berkaitan dengan efisiensi biaya dan waktu sertifikasi.

Selama ini, perusahaan banyak yang mengajukan aplikasi kepada LPPOM MUI karena itulah lembaga paling kompeten dalam sertifikasi produk makanan Indonesia. LPPOM-MUI juga jadi pionir sertifikasi halal pada akhir 1988 dari hasil penelitian susu yang mengandung lemak babi tapi diklaim halal.

Sertifikasi halal sama prosedurnya dengan sertifikasi lainnya, seperti ISO, butuh biaya administrasi sertifikasi dan biaya audit lapangan yang besarannya bervariasi. Biaya audit itu ditanggung perusahaan dan Rahmat ini praktik yang lazim.

Kepada LPPOM-MUI, Rahmat menyampaikan rincinan biaya dan lama waktu sertifiksi harus jelas. Jika tidak rinci, produsen jadi berspekulasi.

Ia mengapresiasi sikap LPPOM yang sangat bijak karena LPPOM belum pernah menuntut perusahaan yang komplain mengenai sertifikasi halal l. Padahal, LPPOM memiliki bukti perusahaan pemohonlah yang tidak kooperatif.

Humas LPPOM MUI yang juga ikut hadir, Faried MS, mengatakan sudah ada kerjasama LPPOM MUI dengan lembaga sertifikasi halal di luar negeri. Begitu pula auditor daerah. Sehingga biaya audit lapangan bisa ditekan dengan adanya dua pihak itu.

Faried menjelaskan LPPOM memiliki variabel biaya untuk skala industri yang berbeda. Ini yang membuat biayapun berbeda. Jika LPPOM mengaudit perusahaan yang menggunakan bahan-bahan yang rumit, maka butuh waktu yang relatif lama.

Berbeda dengan audit perusahaan air minum, tentu waktu yang dibutuhkan relatif singkat karena pemeriksaan fokus pada pemeriksaan arang aktif. ''Jadi kompleksitas memengaruhi biaya juga,'' kata Faried.

Terkait keterbukaan, perusahaan diberikan akses CEROL SS23000 sejak mendaftar sehingga bisa melihat sejauh mana proses sertifikasi sudah berlangsung dan di mana kekurangannya.

Jika perusahaan belum memenuhi kekurangannya, proses sertifikasi akan dihentikan sementara dan informasi itu diberikan ke perusahaan pemohon.

''Ada perusahaan yang mengaku sudah mendaftar sertifikasi dan tidak melanjutkan proses. Mereka menyampaikan ke sana sini sudah daftar berbulan-bulan dan tidak juga selesai. Padahal mereka hanya sampai pada proses mendaftar,'' tutur Faried.

Ada juga perusahaan yang begitu datang untuk mendaftar, langsung meminta kepastian besaran biaya. Sementara, LPPOM butuh waktu untuk menghitung dulu. Setelah itu baru bisa diketahui berapa besar biayanya.

Sertifikasi berlangsung selama 75 hari kalender. Saat ini, lanjut Faried, rata-rata perusahaan sudah bisa mendapat sertifikat dalam 60 hari kelender. Ini bisa dicapai dengan sikap kooperatif perusahaan.

''Kami juga memberlakukan sistem limit waktu. Jika ada masalah, LPPOM diberi batas waktu untuk menyelesaikannya. Begitu juga perusahaan, jadi terlihat dimana masalah yang membuat proses berjalan lama,'' jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement