REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI Poempida Hidayatullah mendesak Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Pemberantasan Korupsi turut aktif mengawasi pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
"Kami mendesak agar BPK dan KPK segera mengusut kekisruhan pelaksanaan BPJS yang kian hari bertambah menuai kritikan tajam dari masyarakat," kata Poempida Hidayatullah dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis malam.
Menurut politisi Partai Golkar itu, masyarakat hingga kini diperlihatkan dengan maraknya sentimen negatif terkait persiapan dan pelaksanaan BPJS.
Padahal, ujar dia, program BPJS ditujukan untuk memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat luas yang disubsidi oleh pemerintah.
Ia mengingatkan bahwa saat ini masih cukup banyak rumah sakit swasta di daerah yang masih belum menjadi jejaring BPJS.
"Akibatnya, banyak masyarakat yang hendak berobat ke rumah sakit di daerah dan di Jakarta, harus mengeluh. Karena tidak bisa memanfaatkan program BPJS itu, meski masyarakat sudah membayar iurannya," katanya.
Poempida juga mengemukakan, pemerintah tidak memiliki data akurat terkait penerima manfaat BPJS sehingga banyak warga miskin yang seharusnya mendapatkan layanan BPJS tidak mendapatkannya.
Namun, lanjutnya, justru masyarakat yang tidak miskin malah mendapat fasilitas-fasilitas yang diperuntukkan bagi warga miskin.
"Ini celah yang sangat jelas untuk diselidiki BPK dan KPK, sebab ada ruang bagi terjadinya praktik penyimpangan," ucap Poempida.
Sebelumnya, lembaga swadaya masyarakat Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mencurigai sebagian anggaran untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dimanfaatkan untuk kepentingan politik 2014.
"Aset PT Askes dan PT Jamsostek untuk BPJS sebanyak Rp19,9 triliun, tapi yang dicairkan untuk BPJS yang berlaku mulai 1 Januari 2014, baru sebesar Rp1,6 triliun," kata Direktur Investigasi dan Advokasi LSM Fitra, Uchok Sky Khadafy, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (19/2).
Menurut Uchok, baru dicairkannya Rp1,6 triliun untuk BPJS patut dicurigai adanya pemanfaatan untuk kepentingan politik 2014.
Sementara itu, Direktur Perencanaan Strategis dan Teknologi Informasi Agus Supriadi pada temu pelanggan di sebuah hotel di Sanur, Bali, Kamis (27/2), mengatakan setelah status badan hukum berubah pada 1 Januari 2014 maka tidak ada perubahan yang memberi implikasi negatif pada peserta.
"Kartu peserta tetap valid, layanan kami tetap prima dan pekerja serta pengusaha tidak perlu khawatir," kata Agus.
Perubahan yang terjadi secara mekanisme kerja, kata Agus, adalah sistem pelaporan, yakni yang selama ini diserahkan kepada Kementerian BUMN, mulai 1 Januari 2014 diserahkan pada Presiden, karena BPJS Ketenagakerjaan berada di bawah lembaga kepresidenan.