REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Komisi Pemberantasan Korupsi akan menyita harta Anas Urbaningrum, setelah mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang. "Kalau (harta) itu hasil kejahatan, ada indikasi ya mesti disita," kata Wakil Ketua Bambang Widjojanto di gedung Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Jakarta, Rabu.
KPK pada hari ini menetapkan Anas sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang dengan menyangkakan Anas melangar melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan atau Pasal 3 ayat 1 dan atau Pasal 6 ayat 1 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25 tahun 2003 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai orang yang menyamarkan harta kekayaan yang berasal dari kejahatan.
Ancaman pidana terhadap orang yang melanggar pasal tersebut adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. Pengenaan pasal tersebut memberikan kewenangan KPK untuk menyita harta kekayaan Anas yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi.
KPK saat ini masih melakukan penelusuran aset terkait Anas. Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, KPK belum melakukan penyitaan terkait dengan penyidikan kasus TPPU ini. Sebelumnya KPK menetapkan Anas sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah terkait pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) di Hambalang dan proyek-proyek lain.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelengara Negara tertanggal 28 Desember 2007 yang dilaporkan Anas ke KPK setelah ia tidak lagi menjabat sebagai pantia Komisi Pemilihan Umum (KPU), total kekayaan sebesar Rp2,237 miliar dan 2.300 dolar AS.
Harta tersebut terdiri atas harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan senilai Rp965,5 juta berupa tanah dan bangunan di Jakarta Timur (275, 539 dan 237 meter persegi), Depok (1.550 meter persegi), Karawang (11.412 dan 1.620 meter persegi), dan Bekasi (210 meter persegi).
Selanjutnya harta bergerak senilai total Rp383 juta berupa mobil Kia Carens, motor Honda, mobil Nissan Serena, mobil Toyota Kijang. Harta bergerak lain berupa logam mulia dan barang seni lain senilai Rp92,831 juta dan ditambah giro sejumlah Rp795,6 juta dan 2.300 dolar AS.
Harta ini jauh berbeda dengan jumlah harta Anas yang dalam surat dakwaan mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek Hambalang Deddy Kusdinar, disebutkan bahwa Anas menerima Rp2,21 miliar dari proyek Hambalang untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum dalam kongres Partai Demokrat tahun 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010.
Uang itu diserahkan ke Anas digunakan untuk keperluan kongres Partai Demokrat, antara lain membayar hotel dan membeli "blackberry" beserta kartunya, sewa mobil bagi peserta kongres yang mendukung Anas, dan juga jamuan dan "entertain".