Selasa 04 Mar 2014 18:25 WIB
Calon Hakim Konstitusi

Punya 11 Gelar, Franz Gagal Menjawab Pertanyaan Soal Dasar Pendirian MK

Rep: m akbar wijaya/ Red: Taufik Rachman
Palu Hakim di persidangan (ilustrasi)
Palu Hakim di persidangan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sederet gelar mentereng di bidang akademis di belakang namanya ternyata bukan jaminan bagi Dr. (Marketing-UI), Dr. (Hukum-UNPAR), Ir. Franz Astani, SH, SpN, MKn, SE, MBA, MM, MSi, CPM, bisa menjawab pertanyaan tim pakar seleksi calon hakim MK.

Pemilik 11 gelar akademik dari berbagai disiplin ilmu ini justru nyaris membuat kesal salah satu anggota tim pakar, Profesor Natabaya.

Cerita kekesalan Natabaya bermula ketika dia menanyakan soal dasar pendirian MK kepada Franz. "Apa maksud dasar pendirian MK dan kaitannya dengan Perppu?" tanya Natabaya. "Pendirian MK berdasarkan UU MK," jawab Franz.

Mendengar jawaban itu Natabaya langsung mengkritik. Menurutnya pendirian MK sama sekali tidak berkaitan dengan UU MK. "Tidak! salah. MK diatur dalam UUD, Pasal 24C tentang kewenangannya," kata Natabaya meluruskan.

Selanjutnya Natabaya pun menanyakan kepada Franz apa perbedaan antara tolong-menolong dan gotong royong. Namun pertanyaan ini pun tidak dijawab Franz sesuai harapan Natabaya. Saking kesalnya Natabaya sampai mengucapkan kata-kata bernada putus asa. "Kacau kita ini. Nggak ada kaitannya dengan pendirian MK," ujar Natabaya.

Dalam daftar riwayat hidup yang dibuatnya, Franz menulis dirinya sebagai peraih rekor MURI untuk kategori gelar terpanjang. Pada 2005 dia meraih rekor MURI untuk Ikatan Sarjana Multi Disiplin Ilmu Indonesia. "Sebagai yang pertama dan satu-satunya organisasi multi disiplin di Indonesia Januari 2005," tulis Franz.

Franz juga menulis sebagai pemegang MURI untuk tujuh gelar dalam usia 49 tahun. Terakhir Franz menulis dia meraih gelar MURI sebagai penuntut ilmu dalam rentang waktu telama yakni 44 tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement