REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-– DPP Golkar meminta pengaturan iklan politik di media massa diatur dengan jelas. Selama ini pengaturan itu masih multiinterpretasi sehingga sulit membedakan antara iklan dan bukan iklan.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Golkar, TB Ace Hasan Syadzily, mencontohkan bagaimana bisa membedakan antara iklan dengan bukan pada sebuah kuis di media massa. Dalam program itu masyarakat dilibatkan. Penyelenggara kuis belum tentu mengeluarkan biaya tayang seperti halnya memasang iklan.
"Nah ini bagaimana,” jelasnya, kepada ROL, Kamis (27/2). Pihaknya berharap ada kejelasan atau batasan antara iklan dengan bukan iklan.
Bagi DPP Golkar, moratorium iklan politik tidak bermasalah. “Kami menerima,” imbuh Ace. Apakah kebijakan ini merugikan partai atau tidak, pihaknya menjelaskan tergantung cara menyikapi hal itu. “Apapun yang disepakati, kami akan taati,” imbuh Ace.
Komisi Penyiaran Indonesia menilai moratorium iklan kampanye dan politik di media massa dilakukan karena sulitnya membatasi iklan-iklan politik saat ini. Iklan politik di media televisi memang sedang gencar-gencarnya, karena pemilu semakin dekat. Iklan diharapkan mampu meningkatkan popularitas dan elektabilitas parpol.
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menyurati partai politik (parpol) peserta pemilu agar tidak memasang iklan politik maupun iklan kampanye pemilu di media massa sampai masa kampanye yang diizinkan. KPU dan Bawaslu akan mengingatkan partai politik agar tidak memasang iklan di televisi atau radio.
Begitu pula KPI akan mengingatkan media penyiaran agar tidak menyiarkan iklan politik maupun kampanye yang dipasang parpol hingga masa kampanye terbuka, yaitu pada 16 Maret hingga 5 April 2014 mendatang.