REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polemik RUU KUHAP yang tengah digodok oleh DPR dinilai tidak memberikan implikasi progresif. Mahkamah Agung (MA) yang mengaku diberi kesempatan untuk menelaah draft RUU KUHAP tidak begitu mendalami. Pasalnya, waktu yang diberikan DPR pun singkat.
"Kita lihat yang memang khusus untuk pengadilan. Tapi kami tidak telaah dalam yang lainnya, padahal tentu itu juga krusial," ujar Karo Hukum dan Humas MA Ridwan Manshur, Selasa (24/2 ).
Ia mengatakan, DPR sebagai pemilik kuasa pengamandemen UU tidak tergesa-gesa melakukan perubahan KUHAP. Pasalnya, bukan hanya pembuktian perkara di tingkat aparat hukum saja yang terpengaruh tapi juga di ranah peradilan.
"Sebagai RUU baru, karena tergesa-gesa jangan sampai ada yang terlewat (oleh DPR), yang penting untuk kebaikan hukum Indonesia" kata dia.
Senada dengan MA, Kejaksaan Agung (Kejakgung) juga meminta parlemen tidak tergesa-gesa membahas RUU ini. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejakgung Untung Setia Arumuladi sebaiknya pembahasan RUU KUHAP dibicarakan rembug dengan semua lembaga hukum.
"Seperti yang disampaikan pimpinan (Jakasa Agung) apa yang perlu diubah ya diubah dengan pas sesuai dengan seharusnya, semua baiknya dibicarakan," ujar dia Selasa.
Seperti diketahui, RUU KUHAP mewacanakan adanya penghapusan proses penyelidikan dalam proses pengungkapan kasus. KPK dan Polri menolak keras perubahan KUHAP ini.
Wakapolri Komjen Oegroseno bahkan menilai KUHAP sebagai karya Agung yang perlu dijaga keotentikannya. Menurutnya jangan sampai proses penyelidikan sebagai dasar pengungkapan sebuah kasus dihapus.