Kamis 20 Feb 2014 17:20 WIB

Kejati Jatim Bentuk Tim Khusus Awasi Bantuan Bencana Kelud

Gunung Kelud
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Gunung Kelud

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA-- Kejaksaan Tinggi Jawa Timur akan membentuk tim khusus untuk mengawasi distribusi bantuan dan dana bencana letusan Gunung Kelud (1731 mdpl), kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim, Arminsyah di Surabaya, Kamis.

"Saat ini, tim kejaksaan telah turun langsung mengawasi penggunaan dana dan bantuan bencana tersebut yang saat ini terus mengalir, baik dari pemerintah maupun swasta, karena itu kami mengingatkan kepada pengelola dana dan bantuan bencana agar tidak melanggar hukum," tuturnya.

Ia menjelaskan apabila pihak Kejati Jatim menemukan adanya pelanggaran atau korupsi dana bencana dan bantuan Gunung Kelud itu, maka pihaknya tidak segan-segan untuk menindak dan menangkap serta memberi sanksi oknum tersebut.

"Hukumannya adalah hukuman mati. Ini sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Intinya, jika tindak pidana dilakukan dalam keadaan tertentu, maka sanksinya adalah pidana mati," tandasnya.

Makna 'dalam keadaan tertentu' itu diartikan kondisi negara dalam keadaan darurat, kondisi bencana alam nasional dan lain sebagainya. "Artinya, tidak pidana korupsi yang dilakukan oleh pengelola bantuan, sanksinya ya hukuman mati," ujarnya.

Oleh karena itu, pihak kejaksaan mengingatkan kepada perusahaan-perusahaan atau rekanan di bidang jasa ataupun LSM (lembaga swadaya masyarakat) untuk tidak bertindak macam-macam dalam mengelola bantuan bencana.

"Kita ikut memantau dalam pendistribusian bantuan itu, karenanya jangan bertindak macam-macam, termasuk mencuri sekalipun, karena pencurian dalam keadaan tertentu juga akan mendapatkan hukuman berat," ucapnya.

Menurut dia, pelanggaran atau tindak pidana pencurian bahan-bahan yang akan didistribusikan ke lokasi bencana juga menjadi atensi khusus jajaran kejaksaan. "Untuk tindak pencurian sesuai Pasal 363 KUHP itu hukumannya bisa lebih berat kalau dalam keadaan darurat, kalau biasanya hanya lima tahun, maka dalam kasus khusus itu bisa tujuh tahun," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement