REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tekanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Pemerintah agar menarik RUU KUHAP dan KUHP adalah melambangkan puncak kekacauan pemahaman dalam penyelenggaraan negara.
"KPK yang selama ini melakukan kampanye pemberantasan korupsi telah berhasil menjadikan pemberantasan korupsi sebagai tujuan utama bernegara yang baru, karena keluar dari apa yang ada dalam UUD45 dan pembukaannya," kata anggota Komisi III DPR, Fahri Hamzah, dalam siaran persnya, Kamis (20/2).
Fahri menilai KPK demi tujuan memberantas korupsi dan berdiri tegaknya KPK maka telah menginginkan seluruh aturan hukum harus sama dengan pikiran dan interpretasi KPK. "Termasuk KUHAP dan KUHP yang dalam 10 tahun terakhir ini telah mengalami pendalaman dan pengkajian oleh hampir semua pakar hukum pidana dari kampus dan universitas paling terkenal di negeri ini."
Seharusnya, menurut Fahri, politik hukum negara yang telah disesuaikan dengan amanah dari amandemen ke-4 konstitusi ini harusnya diterima sebagai tuntutan sejarah untuk membentuk negara hukum yang demokratis. Dan mencegah negara untuk kembali menuju negara hukum otoriter yang telah dipraktikkan selama orde baru dulu. Meski memang hukum otoriter pasti menampakkan hasil yang lebih cepat tetapi korban sudah terlalu banyak.