REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Sleman, menginginkan Bahasa Jawa tetap menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri. Bahasa Jawa dinilai tidak perlu digabungkan dalam pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) di kurikulum 2013.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bahasa Jawa telah menjadi muatan lokal (mulok) wajib. Pelajaran tersebut diberikan selama dua jam pelajaran. "Kami masih menunggu apakah Bahasa Jawa digabungkan dalam SBK atau tidak, tetapi kami berharap bahasa Jawa tetap jadi mulok wajib sebagai mata pelajaran berdiri sendiri," ujar Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Sleman, Arif Haryono, Selasa (11/2).
Jika masuk SBK, Bahasa Jawa dinilai tidak cukup memiliki jam pelajaran. Mata pelajaran SBK memiliki porsi tiga jam pelajaran di tingkat SMP. "Kalau Bahasa Jawa masuk juga dalam SBK, mau dapat berapa porsi jam pelajaran, apa satu jam cukup?," ungkap Arif.
Bahasa Jawa dinilai perlu tetap menjadi pelajaran berdiri sendiri karena dinilai penting untuk memperkenalkan budaya. "Esensi pelajaran Bahasa Jawa sangat penting, supaya anak-anak didik tidak tercerabut dari akar budaya," ujar Arif. Fungsi tersebut membuat jam pelajaran Bahasa Jawa tidak cukup satu jam pelajaran.
Kabupaten Sleman juga telah memiliki guru Bahasa Jawa yang memadai. Saat menjadi mulok wajib, Sleman telah merekrut guru untuk SMP dan SMA yang berstatus sebagai PNS.
Pelajaran Bahasa Jawa yang terintegrasi di SBK dinilai menyulitkan pembagian jam pelajaran dan guru. Integrasi pelajaran justru akan membuat jumlah guru Bahasa Jawa berlebihan. "Guru Bahasa Jawa saat ini mengajar dua jam pelajaran, kalau integrasi SBK hanya mengajar satu jam sehingga akan ada kelebihan proporsi guru mengajar," ungkap Arif.