Senin 10 Feb 2014 06:31 WIB

Waduh, Flu Burung Ancam Warga di Sragen

Rep: Rr. Laeny Sulistywati/ Red: Bilal Ramadhan
Petugas kesehatan Hong Kong mengepak ayam-ayam mati, Kamis (28/1/2014) untuk kemudian dimusnahkan dalam langkah mengatasi penyebaran virus mematikan flu burung tipe H7N9.
Foto: REUTERS
Petugas kesehatan Hong Kong mengepak ayam-ayam mati, Kamis (28/1/2014) untuk kemudian dimusnahkan dalam langkah mengatasi penyebaran virus mematikan flu burung tipe H7N9.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA- Ketua Avian Influenza-Zoonosis Research Center (AIRC)-Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur (Jatim), Dr CA Nidom khawatir kasus virus flu burung (Avian Influenza /AI) di Sragen, Jawa Timur. Pasalnya flu burung ini membuat sebanyak 3.455 ekor itik atau bebek ini mati dan dikhawatirkan dapat menular ke tubuh manusia.

Nidom mengatakan, sebenarnya kasus matinya bebek akibat virus AI yang mengemuka saat ini merupakan akumulasi dari kematian bebek mulai akhir Januari 2014 lalu. Namun karena virus itu kurang mendapat penanganan, angka kematian bebek semakin banyak hingga ribuan ekor.

"Padahal, kasus flu burung yang terjadi pada tahun 2009 lalu masih belum mati. Kemudian muncul lagi virus baru yang kini menyerang bebek," kata Nidom kepada Republika, Ahad (9/2) lalu.

Kuncinya, lanjutnya, semakin lambat penanganan virus AI maka semakin kompleks kasusnya. Namun ia belum tahu persis apakah jenis virus AI yang menyerang bebek di Sragen, apakah virus lama atau virus baru. Namun ia menduga, 3.455 ekor bebek di Sragen mati mendadak itu akibat perkawinan atau gabungan virus lama dan virus baru AI.

Jika memang demikian, ia menyebutkan penanganan virus itu jauh lebih rumit karena virus itu merupakan virus gabungan. "Saya khawatir jika virus AI ini dibiarkan dan penanganannya tidak terkendali maka dapat membahayakan manusia karena meloncat ke tubuh manusia," ujarnya.

Apalagi media penularan virus AI semakin luas. Jika virus AI jenis lama hanya menular melalui udara, sedangkan virus AI yang baru dapat menular melalui udara dan air. Untuk mengatasinya, kata Nidom, ada beberapa langkah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement