Senin 10 Feb 2014 06:00 WIB

Majikan Baik dari Arab Saudi

Ikhwanul Kiram Mashuri
Foto: Republika/Daan
Ikhwanul Kiram Mashuri

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Ikhwanul Kiram Mashuri

Pernahkah Anda membayangkan seorang sopir ketika menikah dihadiahi oleh sang majikan sebuah mobil baru? Juga dipestakan bak seorang raja dengan seluruh biaya dari majikannya? Sebaik-baik orang Indonesia, saya belum pernah mendengar ada majikan sedermawan dan sebaik itu kepada sopir atau pembantu rumah tangganya.  

 

Beberapa waktu lalu saya menerima telepon dari seorang teman di Arab Saudi. Ia menunjukkan kepada saya tidak semua TKI (tenaga kerja Indonesia) atau TKW (tenaga kerja wanita) bernasib malang seperti yang pernah saya tulis di rubrik 'Resonansi' beberapa pekan lalu dengan judul 'Pelacuran di Tanah Suci'. Lalu dia meminta saya membuka Arab News edisi 20 Januari 2014 versi onlinenya.

Namanya Rashid Al Shallash. Ia seorang pengusaha muda sukses di Buraidah, ibu kota Provinsi Al Qassim, Arab Saudi. Seperti diberitakan Arab News, ia telah menggelar resepsi pernikahan megah. Sejumlah tokoh penting kota itu hadir, antara lain pengusaha, pejabat pemerintah, serta tokoh agama dan tokoh masyarakat. Yang menikah adalah Solikin Abu Ahmad, sopir di keluarga Al Shallash yang berasal dari Indonesia. Isterinya pembantu rumah tangga dari Indonsia yang juga bekerja pada keluarga sang pengusaha tersebut.

Seluruh biaya pernikahan ditanggung Al Shallash. Sebagai kado pernikahan si sopir dengan pembantunya, ia pun menghadiahi mobil baru, membayar setahun di muka gaji si sopir dan isterinya, dan juga membiayai transfer sponsorsip pembantu rumah tangganya itu.

Dalam foto yang dimuat Arab News tampak Solikin diapit oleh majikannya, Al Shallash, dan ulama setempat, Sheikh Salman Al Oudah. Solikin mengenakan gamis putih yang dilapis jubah hitam. Jubah merupakan pakaian kebesaran masyarakat Saudi yang biasa dikenakan para pangeran, pejabat, dan orang-orang kaya pada waktu-waktu tertentu. Di kepala Solikin bertengger surban putih yang diikat dengan igal hitam. Solikin benar-benar seperti pangeran kalau saja tak berhidung pesek.

Sejumlah tokoh yang hadir dalam pernikahan Solikin memuji kebaikan Al Shallash. Mereka meminta warga Saudi lain memperlakukan pekerja asing dengan baik sesuai ajaran Islam. Bahkan ulama terkemuka setempat, Sheikh Salman Al Oudah, kini sedang giat berkampanye agar orang asing diperlakukan sebaik-baiknya. Kampanye itu ia beri nama Al Wasm atau ‘Keteladanan’ yang bisa diunggah lewat media Youtube.

Beberapa hari kemudian teman saya kontak lagi. Ia menuturkan  selain Al Shallash masih banyak para majikan Saudi yang baik-baik. Mereka sering mengajak para pembantu rumah tangganya yang dari Indonesia berlibur ke luar negeri. ''Bahkan ada yang diajak jalan-jalan keliling dunia,'' ujarnya. ''Jadi, para TKW yang mendapatkan perlakukan buruk dari majikannya itu hanyalah kasuistik. Hanya sedikit. Anda jangan menjeneralisai,'' ia menambahkan.

Saya tentu setuju seratus persen dengan pendapat teman itu. Juga teman-teman lain yang memberi masukan tentang tulisan saya baik melalui SMS maupun email. Yang jadi soal, perlakuan buruk terhadap tenaga kerja kita, meskipun jumlahnya sedikit, tetaplah perlakukan buruk. Ia harus tetap dilawan dan dikoreksi.

Di pihak Saudi, kita berterima kasih kepada orang-orang seperti Al Shallash, Al Oudah, dan teman-temannya yang telah memperlakukan TKI atau TKW kita dengan baik. Namun, perlakuan baik atau kampanye untuk memperlakukan para pembantu asing dengan baik saja tentu tidak cukup. Yang diperlukan adalah bagaimana agar perlakuan baik itu menjadi keharusan. Untuk menjadi keharusan, mustilah ada aturan atau perjanjian yang mengikat.

Masalah tenaga kerja adalah kebutuhan kedua belah pihak seperti halnya penjual jasa lainnya. Yaitu pihak yang menyediakan jasa tenaga kerja dan pihak yang membutuhkannya. Pihak penyedia tenaga kerja dalam hal TKI dan TKW adalah kita. Tepatnya, pemerintah SBY-Budiono atau pemerintahan siapa pun yang telah diberi mandat oleh rakyat Indonesia lewat pemilu untuk mengurus bangsa dan negara ini. Sedangkan pihak yang membutuhkan adalah negara-negara tujuan pengiriman TKI dan TKW kita.

Pada saat ini TKI dan TKW kita sangat laku di pasaran tenaga kerja di luar negeri. Selain di Asia seperti Malaysia, Hongkong, Singapura,  Taiwan, Korea, dan Jepang, juga di Timur Tengah, terutama di negara-negara Teluk. Bahkan  Qatar sekarang ini konon sedang membutuhkan ribuan TKW kita. TKI dan TKW kita sangat disenangi karena mereka terkenal berperilaku sopan, penurut, dan ‘tidak macam-macam’.

Dengan kondisi seperti itu mustinya kita bisa ‘bi’ghal’ alias bai’ ghalin alias ‘jual mahal’ terhadap permintaan tenaga kerja ke luar negeri. Misalnya dengan  membuat aturan atau penjanjian yang mengikat pihak-pihak yang berkepentingan: TKW/TKI-majikan-pemerintah/kedutaan Indonesia-pemerintah setempat-agen penyalur tenaga kerja. Terutama perjanjian yang memuat tentang hak-hak dan kewajiban TKI/TKW dan majikan seperti hal dilakukan Filipina. Hak TKW/TKI misalnya menyangkut besaran gaji dan pembayaran tepat waktu, libur sehari dalam sepekan, hak delapan jam kerja/hari, dan seterusnya. Sedang kewajiban mereka adalah bekerja sebaik-baiknya sesuai persyaratan.

Harus diakui keberadaan tenaga kerja kita di luar negeri selama ini telah menyumbang devisa negara yang tidak sedikit. Bahkan di beberapa kabupaten di Jawa Timur, kiriman uang dari warganya yang bekerja di luar negeri telah berhasil menghidupkan perekonomian daerah. Namun, sekali lagi, perhatian dan perlindungan terhadap tenaga kerja kita sangatlah kurang.  Termasuk terhadap perlakuan buruk oknum-oknum agen pengerah tenaga kerja dan para petugas yang mengurus TKI dan TKW di negeri sendiri.

Karena itu, perlindungan terhadap tenaga kerja, terutama yang bekerja di luar negeri, adalah mutlak. Kita tidak mau lagi mendengar istilah siti rahmah khamsah reyal alias ‘perempuan Indonesia dihargai lima real’. Tenaga kerja kita di luar negeri harus tegak dengan penuh kehormatan. Semua itu hanya bisa terlaksana dengan aturan atau perjanjian yang mengikat. Tidak bisa hanya mengandalkan kebaikan hati sang majikan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement