Ahad 01 Apr 2018 17:28 WIB

Kepulangan TKI yang Lolos Hukuman Mati Disambut Isak Tangis

Masamah mengaku tidak membunuh anak majikannya.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Endro Yuwanto
Komisi IX DPR mempertanyakan kinerja KBRI di Arab Saudi terkait hukuman mati TKI di sana.
Foto: DPR RI
Komisi IX DPR mempertanyakan kinerja KBRI di Arab Saudi terkait hukuman mati TKI di sana.

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Masamah, tenaga kerja Indonesia (TKI) yang lolos dari hukuman mati di Arab Saudi tiba di kampung halamannya di Dusun 1 R W03, Desa Buntet, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Ahad (1/4). Kepulangannyapun disambut isak tangis keluarga dan ritual tolak bala.

Masamah tiba di kampung halamannya dengan menggunakan minibus milik Desa Buntet. Isak tangis keluarga dan kerabat langsung menyambut kedatangan TKI yang sebelumnya dipenjara selama delapan tahun karena dituduh membunuh anak majikannya itu.

Tak hanya isak tangis, kepulangan Masamah juga disambut ritual tolak bala oleh pihak keluarganya, yakni dengan memandikan Masamah menggunakan air bercampur bunga setaman. "Alhamdulillah, saya senang bertemu kembali dengan keluarga," ujar Masamah saat ditemui di rumahnya di Desa Buntet.

Masamah berangkat sebagai TKI ke Arab Saudi pada April 2009 demi membantu perekonomian keluarganya. Pasalnya, sang suami, Amit, hanya bekerja serabutan. Pahlawan devisa itu pergi dengan meninggalkan anak, Amirul Nurhamzah, yang kala itu masih duduk di bangku kelas satu sekolah dasar (SD).

Awalnya, Masamah bekerja tanpa ada masalah. Hubungan dengan majikannya pun baik, begitu pula dengan gaji yang diterimanya juga sesuai dengan haknya. Bahkan, ia sempat mengirimkan gaji itu kepada keluarganya di kampung.

Selang tujuh bulan setelah bekerja, prahara pun datang. Masamah dituduh membunuh anak majikannya yang berusia 11 bulan. Atas tuduhan itu, ia dijebloskan ke penjara dan dihadapkan pada persidangan.

Masamah mengaku tidak membunuh anak majikannya. Saat anak majikannya meninggal, ia berpikir bahwa sang anak pingsan. Ia pun mengusapnya hingga sidik jarinya menempel pada tubuh korban. "Itu juga di depan anaknya dia (anak majikan yang lain), tapi dia (anak majikan) tidak ngomong pas di pengadilan," jelasnya.

Masamah pun dijebloskan ke penjara pada Desember 2009 dan menghadapi serangkaian proses persidangan. Majikannya bersikukuh menuntut Masamah dengan hukuman mati/qishas. Ia pun harus merasakan dinginnya tembok penjara selama delapan tahun lebih sejak peristiwa itu terjadi.

Selama persidangan, Masamah mengaku dibantu secara maksimal oleh Pemerintah Indonesia. Bantuan itu di antaranya berupa pendampingan oleh pengacara yang berasal dari Arab Saudi maupun alih bahasa. Pada Maret 2017, majikan akhirnya memaafkan Masamah. Masamah pun terbebas dari segala hukuman.

"Kakeknya (kakek korban) atau bapaknya majikan sakit, dan memberi amanah, agar Masamah dimaafkan, jangan dituntut. Sudah maafkan saja," tutur Masamah menirukan ucapan majikannya.

Namun, karena harus menunggu berbagai surat administrasi, Masamah baru bisa pulang ke Tanah Air setahun kemudian. Masamah kini bisa berkumpul kembali dengan keluarganya. Ia pun mengaku trauma dan tak ingin kembali lagi menjadi TKI. "Kalau di sini ada kerjaan, ya saya mau kerja di sini. Kalau tidak ada, ya sudah nganggur," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement