REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebulan sudah Kementrian Agama menjanjikan akan mengeluarkan aturan untuk menyelesaikan kasus gratifikasi penghulu. Waktu sebulan yang diberikan KPK pun sudah habis, namun aturan tersebut belum kunjung turun.
Para penghulu pun resah, bagaimana kejelasan tentang tugas mereka untuk menikahkan orang.
"Mungkin karena banyak bencana ini, jadi Menag punya banyak tugas. harusnya akhir januari 2014, PP nya sudah ada. Tapi sekarang sudah masuk februari belum juga," tutur Ketua Asosiasi Penghulu Indonesia (API), Wagimun kepada Republika, Sabtu (1/2). "Kami mendesak kepada pemerintah untuk segera mengeluarkan aturan soal ini. Ini pembiaran pejabat negara oleh negara," tambahnya.
Sebelumnya, API pernah menyatakan, terhitung 1 Januari 2014 penghulu tidak lagi melayani pernikahan di luar jam kantor dan pada hari libur. Langkah tersebut sebagai buntut protes para penghulu atas penangkapan rekannya Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kediri yang diklaim KPK menerima gratifikasi. Jika hal ini benar-benar terjadi, tentu pelayanan publik di bidang keagamaan tidak bisa lagi disandarkan kepada pejabat pemerintah.
Andai saja, profesi penghulu tidak dibebankan kepada pegawai KUA, tentu persoalan akan beda. Jika profesi penghulu bisa dinilai sama dengan mu'azin, imam masjid, khatib, atau pemandi mayit, tentu mereka tidak akan dituding sebagai penerima gratifikasi.
Saat ini, pembahasan soal gratifikasi penghulu ini belun juga rampung di Kementrian Agama. Menurut Wagimun, sejak diselenggarakannya audiensi dengan Menag 37 Desember lalu, hingga kini belum juga ada solusi yang jelas.
"Kami belum tahu, sampai dimana perjalanan pp ini. Katanya, jika PP dari Kemenag sudah final, nanti akan disahkan ke Menkokesra," tutur Wagimun. Dari Menkokesra sendiri, API baru akan diundang audiensi tanggal 4 Februari mendatang.