Selasa 28 Jan 2014 19:41 WIB

Penjelasan Pengacara Soal 17 Mobil Mewah Wawan

  Mobil mewah milik Tubagus Chaeri Wardana yang disita dan diparkir di halaman KPK, Jakarta, Selasa (28/1). ( Republika/ Wihdan)
Mobil mewah milik Tubagus Chaeri Wardana yang disita dan diparkir di halaman KPK, Jakarta, Selasa (28/1). ( Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, Maqdir Ismail, menilai Komisi Pemberantasan Korupsi tidak punya bukti yang jelas mengenai tindak pidana pencucian uang yang dilakukan kliennya.

"Menurut saya, KPK belum memiliki bukti yang jelas, misalnya mereka katakan ini terkait kegiatan 2011-2012, kalau dari yang saya lihat barang-barang yang disita itu juga adalah barang tahun 2008, dibeli 2010, jadi apa kaitannya?" kata Maqdir di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (28/1).

Hingga dini hari tadi, KPK sudah menyita 17 mobil milik Wawan, antara lain mobil Lexus RS 460 L hitam bernomor polisi B 888 ARD, Nissan GTR B 888 GAW, Land Cruiser hitam B 888 TCW, Lamborgini Aventador B 888 WAN, Bentley Continental, Ferrari merah B 888 GIF, Rolls Royce Flying Spur B 888 CHW dan satu motor Harley Davidson B 3484 NWW.

Mobil Rolls Royce, Lamborgini, Bentley dan Ferrari bahkan bukan ditemukan di rumah Wawan tapi di satu show room di Tanah Abang Jakarta Pusat karena mobil-mobil tersebut dibeli melalui perusahaan leasing sehingga masih dalam proses kredit.

"Beliau (Wawan) ini pengusaha dan bukan pengusaha baru-baru kemarin, ini sudah puluhan tahun, jadi mestinya mereka tunjukkan pada kita kaitan apa barang-barang yang disita ini dengan perbuatan yang hendak disangkakan dengan Pak Wawan, ini harus jelas tapi hal ini yang tidak terjadi," tambah Maqdir.

Artinya, Maqdir tidak melihat KPK punya bukti permulaan mengenai tindak pidana asal (predicate crime) Wawan."Harus ada bukti permulaan. Nah bukti permulaan itu apa? Itu yang kami persoalkan, tidak bisa barang-barang disebut hasil pencucian uang, apa bukti permulaannya?" ungkap Maqdir.

Ia mengaku Wawan punya banyak perusahaan milik ayahnya, Tubagus Chasan Sochib. Wawan diketahui memiliki beberapa perusahaan konstruksi yang mengerjakan proyek-proyek infrastruktur di provinsi Banten.

"Saya kira apa salahnya (mengerjakan proyek)? Tidak ada yang salah, sepanjang itu tidak ada 'hanky-panky' kalau proyek itu diperoleh lewat tender yang baik, Sesuai yang ditentukan, mestinya tidak ada masalah," jelas Maqdir.

Wawan dikenakan sangkaan pencucian uang dari dua Undang-undang yaitu pasal 3 dan pasal 4 UU No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang, tersangka juga diduga melanggar pasal 3 ayat 1 dan atau pasal 6 ayat 1 UU No 15 tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25 tahun 2003 tentang TPPU jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana terhadap orang yang melanggar pasal tersebut adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

sumber : Antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement