REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Wakil Gubernur Sumatera Barat Muslim Kasim mengatakan para pengusaha beserta peternak unggas yang ada di provinsi ini, perlu mem bangun sinergitas sehingga punya nilai tawar di dalam penentuan harga di pasaran.
"Perusahaan inti dan peternak mesti bersatu agar memiliki nilai tawar dalam penentuan harga pasar dan saling menguntungkan kedua belah pihak," kata Muslim Kasim pada Temu Kemitraan Investasi Perunggasan Sumatera Barat di Padang, Selasa.
Hadir dalam kesempatan itu, Kepala Dinas Peternakan Sumbar Erinaldi, sejumlah pengusaha inti dan kelompok plasma ternak unggas utusan dari seluruh kabupaten dan kota di provinsi itu.
Wagub mengatakan, terbangunnya sinergitas antara pengusaha perunggasan dengan kelompok ternak, supaya dapat memperhatikan keseimbangan keuntungan baik pengusaha inti dan kelompok peternak plasma.
Jika perlu dibuat kesepatan bersama, di mana tidak membolehkan masuk produksi ayam potong dari luar daerah guna menjaga produksi daerah sendiri, sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan peternak.
Ia mengungkapkan, ada beberapa persoalan yang berkaitan dengan kemitraan investasi perunggasan di Sumbar, antara lain jumlah produksi ayam potong telah melebihi kebutuhan konsumsi daerah, yang diperkirakan sekitar 20 persen.
Namun selama ini kelebihan tersebut, dipasarkan ke provinsi Riau dan Jambi. Sesuai perkembangan saat ini perternakan ke dua provinsi tetangga itu telah berkembang cukup maju, sehingg sulit bagi perusahaan inti di Sumbar memasarkan ayam hasil panen plasma.
Sementara itu, ia menyatakan industri makanan siap saji masih mendatangkan oasokan ayam potong dari daerah di luar Sumbar.
Permasalahan lainnya, Sumbar belum memiliki Rumah Potong Unggas (RPU), yang mampu menampung dan memasarkan ayam produksi perternak, akibatnya banyak perusahaan inti dan peternak gulung tikar.
Ia mengatakan, persoalan harga ayam di pasaran dijual kalangan pedagang pengencer relatif cukup tinggi, sementara peternak kepada perusahaan inti melepas dengan harga rendah, sehingga selisihnya cukup signifikan.
Dampaknya terhadap panen ayam milik peternak yang menyebabkan waktu panennya lebih lama dan yang seharusnya, jelasnya peternak menambah biaya pemeliharaan.
Oleh karena itu, terbitnya Pergub No.19 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pola Kemitraan Ayam Pedaging, diharapkan persoalan dan permasalahan kemitraan antara perusahaan inti dengan peternak plasma dapat diselesaikan dengan baik.
Terbangunnnya hubungan yang baik ke dua belah pihak, tentulah akan saling menguntungkan, sehingga dapat melahirkan komitmen bersama termasuk dalam penetuan harga dan menjamin produktivitas.
Dalam sinegritas antara perusahaan inti dan peternak plasma tentu yang tak kalah pentingnya transparansi dan bukan hanya untuk menguntungkan sepihak.
"Inilah tanggung jawab dinas terkait untuk intensitas pembinaan pada peternak ayam di lapangan supaya menghasilkan produksi yang baik dan bermutu," katanya.
Kepala Dinas Perternakan Sumbar Erinaldi mengatakan populasi ayam pedaging di Sumbar telah mencapai 18 juta ekor pada 2013, sedangkan untuk populasi ayam ras petelur sudah mencapai sembilan juta ekor.
Kawasan pengembangan perunggasan ayam potong terutama di Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kota Pariaman, Kota Payakumbuh, Kabupaten Limapuluh Kota, Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Agam dengan jumlah DOC ayam pedaging per periode sekitar 3.026.600 ekor yang dikembangkan melalui pola kemitraan inti dengan plasma.