Jumat 10 Jan 2014 18:45 WIB

'Artidjo Effect' Bikin Koruptor Ngeri

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Djibril Muhammad
Hakim Agung, Artidjo Alkostar
Foto: IST
Hakim Agung, Artidjo Alkostar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegiat antikorupsi, Taufik Basari mengatakan langkah-langkah progresif mutlak dibutuhkan dalam pengembalian kepercayaan terhadap hukum.

Untuk itu langkah progresif yang dilakukan Hakim Agung MA. Artidjo Alkostar patut diacungkan jempol atas putusan yang telah melahirkan efek jera sangat signifikan.

"Saya melihat kengerian timbul di pelaku-pelaku korupsi akibat semangat 'Artidjo Effect'," kata Taufik dalam siaran pers, Jumat (10/1).

Pendiri Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat ini menambahkan, dampak putusan Artidjo yang diistilahkan 'Artidjo Effect' seharusnya juga diterapkan di tingkat pengadilan tinggi dan pengadilan negeri.

Melihat ekses yang dihasilkan, jika semangat 'Artidjo effect' diterapkan di seluruh tingkat peradilan Indonesia maka diharapkan kasus korupsi dapat diminimalisasi.

"Efek jera juga harus ditimbulkan pada penegak hukum, agar tidak main-main dengan nasib orang," kata alumnus Chicago University ini.

Maraknya rekayasa kasus menunjukkan penegakan hukum belum tegas bagi penegak hukum. Taufik juga menyarankan apresiasi pada justice collaborator.

"Keringanan hukuman dapat diberikan pada justice collaborator. Sebaliknya, hukuman dapat diperberat jika tidak kooperatif dan menghambat proses hukum," katanya menjelaskan.

Selanjutnya, masalah mafia peradilan harus terus diperangi. "Kepercayaan masyarakat terhadap hukum harus dipulihkan, terus memerangi mafia peradilan menjadi salah satu caranya," kata Taufik yang mengambil contoh betapa terkejutnya publik ketika mantan ketua MK Akil Mochtar terjerat kasus suap.

Taufik menilai MK sebagai lembaga yang selama ini menjadi tumpuan penegakan hukum ternyata masih mampu ditembus mafia peradilan.

MK telah memiliki sistem yang baik untuk mencegah praktik korupsi di dalamnya, sayangnya sistem ini tidak dijaga sehingga kasus Akil Mochtar terjadi. "Kebiasaan orang Indonesia setelah membuat sesuatu yang baru setelah itu tidak dirawat," tuturnya.

Ditekan Taufik, perlunya ruang yang lebih besar bagi orang-orang yang memiliki semangat dalam pemberantasan korupsi.

"Reformasi di bidang hukum harus mampu menyediakan ruang-ruang tersebut. Reformasi di bidang hukum harus terus berjalan karena peluang-peluang permainan peradilan masih terbuka. Ruang gerak bagi tindak korupsi harus kita tekan dan persempit. Reformasi bidang hukum bertujuan menutup ruang-ruang tersebut," katanya menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement