Jumat 10 Jan 2014 00:53 WIB

Mediasi Warga Lubukbatang dengan Perusahaan Perkebunan Nyaris Ricuh

Bersalaman.  (ilustrasi)
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Bersalaman. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BATURAJA -- Mediasi antara warga Desa Banuayu dan Kurup, Kecamatan Lubukbatang, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan dengan pihak perusahaan perkebunan PT Minanga Ogan, terkait sengketa lahan seluas 255 hektare di Mapolres Baturaja, Kamis nyaris ricuh.

Hal itu terjadi, kedua belah pihak sama-sama ngotot dengan argumentasi masing-masing, misalnya warga melalui Kuasa Hukumnya, Ahmad Tarmizi Gumai menuding ganti rugi lahan milik warga yang terjadi pada tahun 1983 dinilai cacat hukum.

Alasannya, warga tidak pernah menerima uang ganti rugi dan surat perjanjian jual beli tanah tanpa mencantumkan tandatangan perangkat desa dan kecamatan setempat.

"Contohnya kasus ganti rugi lahan seluas 105 hektare milik H Abdullah. Sampai sekarang pihak keluarga merasa tidak pernah menerima uang ganti rugi tersebut," kata Ahmad Tarmizi.

Menurut dia, seandainya ganti rugi memang pernah dilakukan PT Minanga Ogan (PT MO), maka pihaknya menuntut agar perusahaan tersebut menunjukan sertifikat HGU dan bukti-bukti sudah mengganti rugi lahan seluas 105 ha milik H Abdullah.

Menurut Tarmizi, sesuai fakta yang dan bukti-bukti yang dipegang H Abdullah terungkap bahwa yang bersangkutan mempunyai lahan 105 hektare dikuasai PT PMO, hingga saat ini pihak keluarga belum pernah terima ganti rugi dari perusahan.

Bahkan, kata dia, ganti rugi yang dilakukan selama ini dinilai cacat hukum, karena salah sasaran. Contohnya, lahan milik si A ganti rugi diterima oleh si B.

"Perjanjian ganti rugi dan pelepasan hak pada tahun 1993 kami nilai cacat hukum, karena ada yang tidak tandatangan, dan bahkan perangkat desa saat itu disebut krionya pun tidak tandatangan," tegasnya.

Untuk itu, kalau memang PT PMO mengaku memiliki sertifikat HGU dan bukti-bukti lainnya, sebaiknya diperlihatkan pada mediasi ini.

"Kami juga benar mempertahankan hak kami, karena kami memiliki bukti-bukti. Sekarang mana bukti dari pihak PT PMO. Perlihatkan dengan kami kalau memang ada. Kalau sudah ada kami akan menguji surat-surat itu," ujarnya.

Sementara, juru Bicara PT PMO Iman Teguh Surono mengatakan, pihaknya memiliki bukti-bukti ganti rugi dan sudah memiliki setifikat HGU yang dikeluarkan pada tahun 1985.

Dijelaskannya, luas lahan di Sertifikat HGU yang dikeluarkan itu, No 1 tahun 1985 dan berlaku selama 35 tahun ini seluas 6.393 hektare.

"Sampai saat ini kami meyakini hak kami dilindungi undang-undang, sampai keluar hak guna usaha dengan ada setifikat sesuai aturan berlaku. Jika keluarga H Abdullah mengklaim ada lahan mereka dan belum diganti rugi, maka silahkan mengajukan permasalahan ini ke jalur hukum," katanya.

Mengenai permintaan kuasa hukum masyarakat yang menginginkan sertifikat HGU perusahaan, GM PT PMO Yusdi Simbolon menegaskan, pihaknya tidak akan melayani permintaan tersebut.

"Jika mempunyai bukti otentik silakan ajukan gugatan secara hukum. Mengenai alat bukti silakan cari sendiri oleh penggugat. Kalau gugatan perdata silakan pengadilan yang memediasi dan melakukan keputusan," tegas Yusdi Simbolon.

"Inikan forum mediasi. Kita mau mencari jalan tengah. Jika PT PMO tidak terbuka, maka untuk apa mediasi ini diadakan. Inikan namanya membuang waktu saja," kata Tarmizi.

Sementara Yusdi sendiri terlihat mulai emosi mendengar perkataan Tarmizi.

Bahkan, yang bersangkutan berkali-kali menegaskan dokumen mengenai HGU dan ganti rugi lahan sengketa itu tidak bisa diperlihatkan sembarangan di tempat umum.

Menurut dia, pada dasarnya sesuai PP No 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran tanah jelas diatur kalau sudah terbit setifikat warga diberikan wewenang paling lama dua bulan melakukan tuntutan.

"Jika memang ada kejanggalan kenapa baru saat ini melakukan gugatan. Jadi kalau memang masyarakat punya hak, silakan gugat melalui jalur hukum," katanya.

Untung saja suasana yang mulai panas itu cepat diredam Kapolres OKU, AKBP Mulyadi SIk MH dan jajarannya.

"Saya mohon semua bersikap tenang. Jika memang tidak bisa dimediasikan, maka silahkan masalah ini dibawa ke jalur hukum. Tetapi harus dengan kepala dingin," tegas Mulyadi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement