REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah diminta untuk berusaha keras mencegah pernikahan dini. Alasannya diduga ada hubungan signifikan antara jumlah pernikahan dini dengan peningkatan jumlah kasus kejahatan trafficking.
‘’Ya, pengaruh pernikahan dini ke trafficking sangat signifikan. Semakin banyak yang menikah muda, maka potensi kasus ''trafficking bertambah semakin tinggi,’’ kata Wakil Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Jawa Barat, Yeni Huriyani, Senin (6/1).
Menurut Yeni, anak perempuan yang menikah sebelum berusia 19 tahun belum matang secara psikologis. Jadi perceraian sangat rentan di pernikahan usia muda tersebut. Kalau bercerai dan memiliki anak, janda muda tersebut pasti akan mencari penghasilan untuk menafkahi anaknya.
‘’Tuntutan kebutuhan perempuan usia muda yang bercerai ini kan tinggi. Nah, biasanya ini menciptkan peluang bagi pelaku trafficking untuk memanfaatkan korbannya,’’ katanya.
Selain di desa, kata Yeni, fenomena menikah muda pun sudah banyak terjadi pada anak-anak di kota besar. Akibat pergaulan bebas, banyak anak-anak di perkotaan yang hamil di luar nikah dan akhirnya menikah di usia di bawah 19 tahun.
Menurut Yeni, hampir semua daerah di Jabar rawan terhadap trafficking. Di antaranya, di Garut, Cianjur, dan Sukabumi. Mayoritas, mereka terjerat trafficking karena faktor ekonomi. Namun, di daerah urban ada juga korban trafficking yang terjerat karena pengaruh gaya hidup.
‘’Rata-rata, korban trafficking ini diiming-imingi Rp 4 juta untuk bekerja di restoran atau tempat hiburan,’’ katanya.