REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyatakan, pimpinan organisasi Muslimat Nahdlatul Ulama harus bisa menyiapkan pemimpin perempuan karena ruang perempuan dalam berpolitik luas bahkan telah ada sejak zaman Rasulullah SAW.
"Sejak masa Rasul, perempuan sangat berperan penting dalam ikut serta memperjuangkan hak-hak rakyat," kata Mahfud MD dalam Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang digelar Pimpinan Cabang Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Sabtu.
Mahfud mencontohkan peran perempuan pada zaman Rasul seperti Siti Khadijah dan Siti Aisyah turut andil dalam pengambilan keputusan bagi kemaslahatan umat.
Pada acara yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Cipasung, Tasimalaya, dan dihadiri ribuan Muslimat NU itu, Mahfud juga menyatakan di kalangan NU sejak dahulu sudah memiliki tokoh perempuan yang ikut berjuang membangun bangsa Indonesia.
"Salah satunya yakni Nyai Solehah binti KH Bisri Syansuri yang tak lain istri dari pahlawan nasional KH Wahid Hasyim," katanya.
Ia mengatakan saat ini terdapat beberapa kader Muslimat NU yang memiliki rekam jejak yang baik dalam ikut serta membangun bangsa ini.
"Ke depan cetak lagi kader NU yang banyak untuk memperjuangkan hak rakyat, memperjuangkan kebenaranan dengan tetap konsisten memegang nilai-nilai ke-NU-an," katanya.
Mahfud mengatakan meskipun bagi sebagian orang perempuan tidak cocok berpolitik atau menduduki jabatan di lembaga negara karena lebih menggunakan perasaan, tetapi, jika melihat perkembangan politik sekarang ini justru membutuhkan pemimpin yang memiliki perasaan.
Ia mengatakan sebagian pemimpin di negeri ini sudah mengesampingkan perasaan dalam mengambil suatu kebijakan dengan merampas hak-hak rakyat terutama hak perempuan sesukanya.
"Semakin maraknya kasus hukum merupakan contoh kongkret, tak sedikit dari kebijakan pemimpin kita yang hanya mengedepankan pikiran tanpa melihat perasaan rakyat," katanya.
Oleh karena itu, katanya, diperlukan tampilnya seorang perempuan yang memiliki jiwa perempuan bukan sekadar perempuan.
"Harus perempuan yang memiliki integritas dan rekam jejak yang baik,'' ujarnya.
Mahfud mengatakan, tidak semua pejabat perempuan berjiwa perempuan dan hal itu terjadi seperti sejumlah politisi perempuan yang belakangan terjerat kasus korupsi.