Ahad 22 Dec 2013 11:31 WIB

DPR Diminta Upayakan Penggabungan Daerah

Rep: Andi Mohammad Ikhbal/ Red: Djibril Muhammad
Siti Zuhro
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Siti Zuhro

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemekaran daerah yang gencar dinisiatifkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dinilai hanya kepentingan potlitik semata. Melihat kondisi sekarang dengan banyaknya daerah tertinggal, seharusnya elite parpol lebih mewacanakan penggabungan otonomi.

Sebelumnya Komisi II DPR mengusulkan 22 daerah otonomi baru (DOB). Padalah menjelang 2014, moratorium atas pemekaran daerah masih berlangsung. Sebanyak 65 DOB yang kemarin sedang dalam proses pembahasan pun belum mendapat persetujuan Presiden.

Pegamat politik LIPI, Siti Zuhro menilai, dengan memekarkan daerah, kepentingan politik partai dapat tersalurkan. Bukan hanya untuk memenangkan Pemilu ke depan, tapi juga untuk membuka wilayah kekuasaan baru di lokasi tersebut.

"Pemekaran identik dengan penciptaan sumber dana baru. Sebab uang akan digelontorkan ke daerah itu," kata Siti kepada Republika saat dikonfirmasi, Ahad (22/12).

Ia mengatakan, melihat tingginya jumlah daerah tertinggal, sebanyak 183 kabupaten/ kota dan banyak daerah yang dinilai bermasalah. Menurut dia, DPR seharusnya bisa mewacanakan adanya penggabungan otonomi, bukan lagi dimekarkan.

Sebenarnya, tidak ada alasan bagi suatu desa atau kecamatan memekarkan dirinya menjadi kabupaten baru kalau dalam pelayanan publik serta kesejahteraan masyarakatnya tidak bermasalah. Mungkin yang perlu dibangun lebih baik hanya efektifitas birokrasinya atau manajemen organisasinya.

"Dengan begitu, pemerintah daerah (Pemda) mampu meredam adanya gejolak pemekaran dan mendorong kecamatan/ desa menjadi sentra pelayanan publik yang baik," ujarnya.

Dengan disahkannya Undang-undang Desa, kata dia, bisa menjadi payung hukum dalam membatasi adanya pemekaran daerah. Aturan ini, diharapkan dapat memberdayakan masyarakat berkontribusi positif membangun daerahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement